Kronologis kerusuhan yang terjadi di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, dinilai masih simpang siur akibat pembelokan opini. Komite Umat untuk Tolikara Papua (Komat Tolikara) mengirimkan tim pencari fakta ke Tolikara untuk mendapatkan informasi sebenarnya terkait insiden yang terjadi pada Jumat (17/07) lalu itu.
"Tim ini untuk membantu pengungkapan dan pembangunan kembali bangunan tempat ibadah, ruko, kios dan tempat tinggal yang hangus akibat insiden itu," kata Juru Bicara Komat Tolikara, Mustofa Nahrawardaya, di Jakarta, Selasa (21/07).
Menurut Tofa, tim berangkat ke Papua pada Selasa kemarin, dipimpin Fadlan Garamatan bersama 7 anggota dari berbagai latar belakang ilmu. TPF akan mengumpulkan informasi dan berupaya menyusun kronologi konflik sesuai kejadian yang sebenarnya.
"Kenapa disebut kronologi sesuai aslinya, karena hingga hari ini, ada beberapa upaya dari pihak tertentu yang mencoba membelokkan arah opini kepada publik. Pembelokan opini ini jelas sangat merugikan karena fakta yang ada di lapangan menjadi kabur," kata Tofa.
Beberapa informasi yang simpang siur akibat pembelokan opini itu, di antaranya seputar keabsahan surat dari Gereja Injili Di Indonesia yang berisi larangan merayakan Idul Fitri, larangan berlebaran dan larangan mengenakan jilbab.
Surat resmi yang dilengkapi tanda tangan Ketua GIDI Tolikara Pdt Nayus Wenda dan Sekretarus GIDI Marthen Jingga itu, disebut sebagai dokumen illegal kendati polisi dan bupati juga sudah menerima surat yang dimaksud.
Selain itu, ada pihak lain yang juga mencoba memutarbalikkan fakta bahwa baik tempat ibadah, ruko mau pun kios yang terbakar karena ketidaksengajaan. "Yang lebih parah lagi, ada pihak yang kini mencoba menyalahkan kepolisian dan aparat lainnya yang dianggap tidak mampu mengendalikan situasi sehingga aparat malah menembak anggota gereja hingga tewas,” kata Tofa.
Pihak tersebut menganggap akibat tembakan itulah kemudian api kemarahan tersulut sehingga mengakibatkan terbakarnya masjid. Dengan kata lain, diberitakan massa sebenarnya tidak ingin membakar masjid namun api yang disulut massa ke kios, merembet ke masjid.
Selain itu, banyak informasi lain yang cenderung menyesatkan masyarakat dan mengadudomba antara kepolisian, TNI dan masyarakat.
Tofa mengatakan, jika dibiarkan akan berpotensi menyulut kemarahan masyarakat yang lebih luas terhadap pihak Gereja Injili. "Yang semula korban adalah dari pihak mesjid, nantinya akan meluas ke pihak lain," ujar Tofa.
Pemberangkatan TPF ke Papua ini sendiri adalah salah satu program kerja dari Komat Tolikara yang telah terbentuk pada 19 Juli 2015 di Jakarta.
Komite ini dibentuk setelah terjadi pertemuan besar para tokoh nasional di antaranya Arifin Ilham, Yusuf Mansur, Hidayat Nurwahid, Didin Hafidhudin, Bahtiar Nasir, Aries Mufti, dan Muhammad Zaitun Rasmin.
Pada pertemuan itu, para tokoh sepakat menunjuk Bahtiar Nasir sebagai ketua harian komite, Muhammadi Zaitun Rasmin (wakil ketua), Didin Hafidhudin (ketua dewan syura), Arifin Ilham, Yusuf Mansur, Hidayat Nurwahid, Bahtiar Nasir, Aries Mufti dan Bobby Herwibowo menjadi (anggota dewan syura).
© Copyright 2024, All Rights Reserved