Berdasarkan proses penyelidikan, Markas Besar (Mabes) Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyatakan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Papua. Ada pun kasus kekerasan oleh prajurit TNI terhadap warga sipil Papua yang rekamannya tersebar di Internet bukan pelanggaran hak asasi manusia, melainkan hanya pelanggaran perintah di luar batas kepatutan.
"Ada pelanggaran perintah terhadap kegiatan di luar batas-batas kepatutan saat menginterogasi tawanan," kata Inspektur Jenderal Markas Besar TNI Letnan Jenderal M. Noer Muis usai refleksi akhir tahun di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Jumat (31/12).
Menurut Muis, pelanggaran perintah yang terjadi yakni adanya perlakuan seperti memukul, menendang, dan bertindak berlebihan. Perlakuan itu terjadi selama tentara menginterogasi anggota gerombolan bersenjata, yang lazim disebut TNI sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Sebagaimana diketahui, aksi kekerasan itu menjadi perbincangan publik setelah rekamannya diunggah di situs YouTube pada Oktober 2010 lalu. Tudingan bahwa tentara telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia pun muncul.
Untuk mengusut dugaan adanya pelanggaran hak asasi manusia, ujar Muis, TNI membentuk tim penyelidikan dan pengawasan khusus. Empat prajurit yang didakwa sebagai pelaku kekerasan, yakni Praka Syaminan Lubis, Prada Joko Sulistio, Prada Dwi Purwanto, dan Letda Cosmos, pun disidangkan di pengadilan militer Jayapura.
Majelis hakim akhirnya menjatuhkan vonis terhadap Syaminan, Joko, dan Dwi dengan pidana 5 bulan penjara. Sedangkan Cosmos diganjar 7 bulan.
Sementara, Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Matius Murib, tidak sepakat dengan penilaian Mabes TNI tersebut.
"Pernyataan itu merupakan upaya pembenaran terhadap tindakan prajurit TNI yang melakukan kekerasan," kata Matius.
Matius menilai pernyataan itu didasarkan pada proses pengadilan militer di Papua yang sepihak, diskriminatif, dan jauh dari rasa keadilan korban.
© Copyright 2024, All Rights Reserved