Entah mimpi apa Yunisara Sulaiman (26). Setelah menjadi saksi kunci dalam kasus pemakaian narkoba majikannya, dia justru dijebloskan ke dalam penjara. Tak tanggung-tanggung. Usianya melayang sia-sia selama setahun. Padahal, tak ada sidang atau pemeriksaan lain.
Setelah dibebaskan karena memang tak terbukti bersalah, Yunisara berjuang menuntut keadilan. Namun, untuk memperoleh keadilan, apalagi di negara orang, tentu bukan perkara mudah.
Setelah empat tahun berusaha keras dan menunggu, akhirnya Yunisara, warga Desa Setapuk Besar, Kota Singkawang, Kalimantan Barat, berhasil memenangi gugatan senilai 100.000 ringgit Malaysia (RM) di pengadilan banding di Kuching, Sarawak, Malaysia timur, Senin (17/11) lalu.
Kemenangan gugatan mantan pembantu rumah tangga (PRT) ini mendapat perhatian masyarakat luas di Malaysia. Lantaran, untuk pertama kali PRT dan warga negara asing menang perkara di pengadilan Malaysia. Tanpa tedeng aling-aling, Yunisara menggugat kepala kepolisian, direktur penjara, dan Pemerintah Malaysia karena memenjarakan dirinya selama satu tahun (1998-1999) tanpa proses hukum jelas.
Saat menceritakan pengalamannya mendekam dalam penjara, mata Yunisara langusng menerawang mengingat kembali pengalaman pahitnya kala usianya baru menginjak 20 tahunan. Air mata pun langsung meleleh dari pelupuk matanya.
Untungnya, Hairiah, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Perempuan Indonesia untuk Keadilan (YLBH PIK) Kalbar yang mendampinginya sigap mengeluarkan saputangan untuk menghapus tetesan airmata itu. Setelah kesedihannya beranjak hilang, dia pun kembali menjelaskan runtutan cerita penyebab dirinya dipenjara.
Menurut Yunisara, meski selama mendekam di pusat penjara wanita di Kuching ia tidak mendapat siksaan, tapi selama satu tahun dipenjara dirinya mengalami tekanan psikologis yang sangat berat karena hidup dengan para narapidana lain.
"Padahal, Saya ini hanya menjadi saksi untuk majikan saya yang terlibat penggunaan obat terlarang, tetapi justru kenapa saya dipenjara," keluhnya.
Menurut Direktur YLBH PIK Kalbar Hairiah, kasus kesalahan penahanan ini pertama kali terungkap ketika tahun 1999 pihaknya bersama-sama dengan Nugraha, Konsul Indonesia di Kuching, melakukan kunjungan ke pusat penjara untuk laki-laki di Kuching.
Saat itu pimpinan penjara untuk perempuan yang dekat penjara tersebut menyebutkan, ada seorang wanita warga negara Indonesia yang dipenjara tanpa melalui proses hukum di pengadilan Malaysia.
Atas pemberitahuan itu, Nugraha langsung saja meminta bantuan pengacara William Ding agar membebaskan perempuan kelahiran Dungun Perapakan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, tahun 1977 yang saat itu baru berumur 20 tahunan.
Yunisara ditahan polisi pada 30 Juli 1998 karena ia menjadi saksi kunci kasus majikannya yang bernama Ho Peng Lai. Polisi menangkap Ho Peng Lai di apartemennya di Kuching, karena kedapatan memiliki obat terlarang seberat 3,63 gram.
Beberapa hari kemudian, melalui William Ding, Yunisara menggugat Pemerintah Malaysia berkaitan dengan kesalahan memenjarakan dirinya.
Yunisara menggugat pihak-pihak terkait di Malaysia untuk membayar ganti rugi sebesar 80.000 RM dan kerugian umum senilai 20.000 RM atas kesalahan memenjarakan dirinya. Sidang demi sidang dilalui, empat tahun bukanlah waktu sebentar untuk menemukan harkat dirinya kembali setelah dianiayai. Semoga ganti rugi setara Rp 250 juta itu bisa mengurangi penderitaan Yunisara.
© Copyright 2024, All Rights Reserved