Adalah Geolog Sudjatmiko yang selalu bilang kemana-mana bahwa Tim Terpadu Riset Mandiri tujuannya adalah mencari Harta Karun. Bahkan kemarin, geolog gaek itu menyatakan, bahwa dipastikan ada harta karun di bawah situs megalitikum Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat.
Inilah kekeliruan mendasar dari Sudjatmiko. Pertama, Tim Terpadu Riset Mandiri tidak pernah kenal yang namanya, Karun. Dan Kita sampai saat ini, tidak tertarik pada cerita Karun yang memiliki emas yang kuncinya saja segudang.
Sangatlah aneh jika ada yang mengeluarkan pernyataan ada harta Karun di Gunung Padang. Geolog Sudjatmiko terperangkap dalam pandangan seakan-akan Karun itu memiliki harta banyak. Dan, secara tak sadar, Ia mennyatakan cerita harta karun itu ada di bumi Indonesia. Artinya, secara tak sadar Sudjatmiko mengakui ada masa prasejarah yang maju di Indonesia.
Berdasarkan riset yang ada, selama 2 tahun ini di Gunung Padang, kita tidak mendeteksi di dalam bangunan itu ada peninggalan si Karun. Kita mengendus, berdasarkan berbagai pendekatan ilmu pengetahuan, ada satu mahakarya bangunan yang didirikan dengan teknologi canggih, dan di dalam bangunan itu terindikasi adanya satu teknologi “luar biasa” yang bisa mengagetkan kita semua yang merasa saat ini hidup di zaman sudah maju.
Jelas sudah, Tim Terpadu Riset Mandiri ini tak memikirkan Karun --yang menurut Sudjatmiko ada dan lahir serta meninggalkan harta di bumi Indonesia. Kita sedang mengungkap peradaban tinggi leluhur yang selama ini ditimbun. Belum jelas apakah perang atau bencana yang menyebabkan mahakarya agung ini tertimbun.
Adalah Munardjito yang selalu mengkampanyekan bahwa penelitian yang dilakukan Tim Terpadu Riset Mandiri akan merusak situs Gunung Padang. Bahkan ia sampai membuat petisi segala.
Munardjito adalah arkeolog yang mendadak peduli situs Gunung Padang, setelah berita tentang riset tim terpadu ramai di media. Seperti diketahui bersama, semua arkeolog itu hanya mengakui bahwa yang dinamakan situs itu adalah luasan tanah di atas situs yang ukurannya hanya 900 meter persegi beserta batu-batu yang bergelimpangan di atasnya.
Entah apa yang membuat arkeolog kemudian menyebutkan tanah seluas itu beserta batu bergelimpangan itu disebut mahakarya agung nenek moyang kita seperti dalam paper Lutfi Yondri. Penghinaan terhadap kita semua kalau mahakarya agung itu hanyalah batu bergelimpangan di tanah yang arealnya hanya 900 meter persegi.
Pada bagian mana riset Tim Terpadu yang merusak situs? Entahlah. Semua riset setelah 7 Februari 2011 yang dilakukan Tim Terpadu Riset Mandiri berada di luar situs. Lokasinya ada di tanah masyarakat, ada di tanah negara. Miris, jika dibandingkan dengan peneliti asing yang bebas dimana-mana mengutak atik berbagai situs bukan untuk kepentingan bangsa ini. Belum ada satu bukti pun yang menyatakan riset Tim Terpadu ini merusak situs. Tetapi, semua orang tahu bahwa arkeolog yang selama ini berteriak tentang kerusakan situs itu, justru dialah yang merusak situs dengan memasang menara di areal situs itu. Orang itu bernama Lutfi Yondri.
Dari kesemua ini, adalah hal yang aneh jika arkeolog menentang riset yang dilakukan Tim Terpadu ini. Bukankah semua eskavasi akan dilakukan oleh arkeolog? Masyarakat hanya membantu arkeolog bekerja, Mereka merasa memiliki, mengontrol dan sebagainya. Tengoklah situs Batujaya. Mengapa seperti ditinggalkan? Menunggu dana UNESCO?
Belajarlah dari Borobudur. Kita memiliki fisiknya, tapi kita dipaksa mengerti untuk tidak mengerti banyak hal dari penemuan, pemugaran dan lain-lainnya. Harusnya, momentum Gunung Padang ini menjadi kebangkitan arkeolog Indonesia di mata dunia.
Sayang sungguh sayang, sekali lagi momentum disia-siakan. Salah besar, jika gertakan petisi akan membuat Tim Terpadu Riset Mandiri akan mundur. Tanggung jawab intelektual sebagai peneliti kepada rakyat. Apalagi ini menyangkut peradaban masa lalu kita. Tim Terpadu tak bisa dihentikan dengan petisi! Sampai hari ini, semua hanya common sense menilai hasil penelitian Tim Terpadu Riset Mandiri. Tolong buktikan satu saja. Mana langkah Tim Terpadu yang tidak ilmiah, yang merusak situs atau yang melanggar Undang-Undang.
© Copyright 2024, All Rights Reserved