Masalah terbesar negeri ini, adalah masalah korupsi. Terlebih, Indonesia termasuk negara yang paling korup di dunia. Pada pemerintahan Soeharto saja, yang berkuasa selama 32 tahun, akibat praktik korupsi, negara menderita kerugian sekitar Rp 100 triliun. Setelah Soeharto jatuh, barulah semangat untuk membarantas korupsi muncul.
Namun, upaya ini tak semudah membalikan tangan. Terlebih, pewaris tampuk kekuasaan berikutnya adalah BJ Habibie, yang notabene adalah teknokrat yang besar karena pemerintahan Orde Baru dibawah Soeharto. Alhasil, upaya pemberatasan korupsi pada masa Habibie hanya sekadar basa-basi. Tak menunjukan hasil yang signifikan.
Hal yang sama, juga terjadi pada pemerintahan KH Abdurahman Wahid (Gus Dur), yang terpilih pada 1999, menggantikan Habibie berkat rekayasa politik yang dimainkan oleh Amien Rais. Pada masa pemerintahan Gus Dur, upaya pemberantasan korupsi juga terus didengungkan. Kontradiktifnya, Gus Dur sendiri jatuh akibat skandal non budjeter Bulog senilai Rp 35 miliar. Bahkan, ketika itu Gus Dur juga disebut-sebut menerima aliran dana dari Sultan Brunei.
Jatuhnya Gus Dur pada tahun 2000, menghantarkan Megawati Soekarnoputri ke tampuk kekuasaan berikutnya. Tanpa banyak bicara, Megawati berupaya mengikis korupsi. Diantaranya dengan membentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), pada 2002, yakni suatu lembaga yang memantau kekayaan penyelenggara (pejabat) negara. Kendati belum efisien, setidaknya ada upaya untuk transparansi asal usul kekayaan yang dimiliki oleh penyelenggara negara. Bahkan tak puas dengan ini, Mega juga menyetujui pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai tindak lanjut upaya pemberantasan korupsi.
Hanya saja, ada satu problem yang dihadapi pemerintahan Mega saat ini dalam upaya pemberantasan korupsi, yakni sulitnya mencari orang yang tepat, jujur, dan bersih, dari intitusi yang ada, lantaran sebagian besar orang-orang yang duduk dalam pemerintahannya masih banyak yang berasal dari pemerintahan Orba, dan Mega lebih cenderung berupaya membersihkan pemerintahannya secara bertahap.
Artinya, persoalan korupsi yang terjadi di negara ini, memang belum selesai. Tak mengherankan, jika calon presiden (capres) yang ada saat ini, gencar mendengungkan upaya pemberantasan korupsi. Yang menarik tentu saja, semangat capres militer yang dulunya adalah petinggi dalam pemerintahan Soeharto. Yakni, Jenderal (Pur) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jenderal (Pur) Wiranto, dan Jenderal (Pur) Agum Gumelar.
Hebatnya, ketiganya memiliki semangat yang sama untuk memberangus koruptor, termasuk pengemplang utang, yang menikmati derasnya aliran dana di masa kekuasaan Soeharto. Untuk hal ini, SBY, capres dari Partai Demokrat, dalam kampanyenya berjanji memberantas korupsi. “Saya sudah ada data dari BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional –sudah dibubarkan, red), dan akan saya bongkar habis semua pengusaha yang bersembunyi,” kata SBY belum lama.
Capres dari Partai Golkar Jenderal (Pur) Wiranto bahkan lebih keras lagi. Dalam kamapanyenya, ia berjanji akan menghukum mati para koruptor yang telah merugikan negara. “Bukan berarti saya mantan ajudan Pak Harto tak berani mengusut koruptor. Kalau saya jadi presiden, saya punya kekuasaan untuk membongkar semua pengusaha yang merugikan rakyat dan negara,” ujarnya penuh semangat.
Jenderal (Pur) Agum Gumelar, tak mau kalah dengan dua jenderal lainnya, kendati ia hanya sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Hamzah Haz. Jenderal yang lari dari tugasnya sebagai Menteri Perhubungan itu, dalam kampanyenya, juga bertekad mengusut tuntas semua pelaku KKN. “saya tahu dimana saja dana korupsi para pengusaha diparkirkan,” katanya. Tekad ini, jelasnya, telah menjadi prioritas nomor satu jika Hamzah dan dirinya terpilih sebagai presiden dan wakil presiden mendatang.
Ternyata semangat tiga jenderal tadi mendapat respon positif dari Iriani Sophiaan, Koordinator Presidential Candidates Watchers (PCW). Dosen FISIP Universitas Indonesia yang banyak berkecimpung dalam pemantauan capres itu berharap, tekad yang dilontarkan tiga jenderal bintang empat itu tak hanya sebatas kata-kata, tapi membuktikannya secara nyata ketika diantaranya terpilih nanti.
“Kalau itu menjadi tekad mereka, saya menyambut positif,” ujar putri bungsu Manai Sophiaan itu. Jadi para koruptor dan pembawa kabur uang negara, bersiaplah menghadapi nasib yang tragis kelak.
© Copyright 2024, All Rights Reserved