Judi tak pernah mati. Mulai dari era Presiden Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tak kuasa menuntaskan masalah klasik ini.
Berbagai praktik perjudian dilakukan terang-terangan. Hampir semuanya sudah dideteksi aparat dan pihak-pihak yang berjanji akan memberantasnya. Tapi, “industri” ini tetap berjaya hingga kini.
Ibarat istri simpanan, perjudian kasino hingga toto gelap, begitu menggiurkan untuk terus dipelihara. Dalam semalam, ratusan miliar rupiah dana segar berputar di arena yang diharamkan agama dan diancam sanksi pidana ini.
Begitu hebatnya, sampai-sampai judi tak lagi memandang tanggal, hari, maupun bulan. Ibarat anjing menggonggong, “Kabinet 303”, begitu para bandar judi dijuluki, tetap saja tak tersentuh. Berulang kali aparat kepolisian menggelar razia, mesin-mesin judi terus menjamur.
“Sanksi hukum bagi pelanggar KUHP pasal 303 mengenai perjudian itu sudah sangat keras. Kalau masih ada yang melanggar, maka kepolisian memiliki hak untuk menindak dan mengajukan tersangka ke peradilan,” tegas Kepala Bagian Humas Mabes Polri, Irjen Pol Paiman.
Dalam pandangan Erlangga Masdiana, Kriminolog dari Universitas Indonesia, soal sulitnya memberantas perjudian di Tanah Air, karena aktivitasnya ilegal. Sehingga para pengusaha judi sangat mudah untuk dipaksa membayar setoran alias dana siluman kepada oknum pejabat maupun kepolisian. Dan, memang keuntungan kegiatan perjudian ini lebih besar dibanding dari tempat hiburan biasa.
Ada persoalan mendasar dalam pemberantasan judi, jelas Erlangga, yaitu keterkaitan oknum pejabat dan kepolisian dalam praktik perjudian. Kemudian yang terjadi, pemberantasan relatif dijadikan “komoditas” oleh para oknum itu.
Erlangga yakin, telah tercipta conflict of interest yang kental dalam pemberantasan judi. Konsekuensinya, jika seorang pengelola bisnis tersebut memberi upeti kepada oknum kepolisian atau pejabat, mereka sekaligus menginginkan jaminan keamanan terhadap kelangsungan tempat perjudian itu. “Intinya, ada dualisme dalam lingkup para pejabat kita,” ujarnya.
Salah satu daerah yang paling mencolok tumbuh suburnya lokasi perjudian, selain Jakarta, adalah Batam.
Awal pekan di ujung September lalu, merupakan hari kelabu bagi Anwar Hasyim. Lelaki berusia 26 tahun, staf bagian keuangan PT Satnusa Persada Batam, tak mampu berkelit lagi. Aksinya menggelapkan uang perusahaan, yang ludes di arena judi sudah terbongkar.
Dia diduga menilep Rp132 juta uang perusahaan perakit berbagai keperluan chip. Yang membuat Anwar gelagapan, seluruh uang dalam genggamannya ketika itu sudah musnah. Telah habis dipakainya untuk mengadu nasib di rumah judi.
Abidin, bos PT Satnusa Persada pun berang. Sebab, selama ini dia sudah berusaha membangun sistem di perusahaannya dengan berbagai standar yang diakui secara internasional, seperti ISO 9000. Sebagai mitra perusahaan Jepang dan selaku Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, dia merasa malu.
Kepada petugas yang memeriksa, Anwar mengaku uang Rp132 juta tersebut digunakan hanya untuk bermain judi.
Kasus yang menimpa staf keuangan PT Satnusa Persada itu hanyalah secuil kisah pahit dalam kancah perjudian di Batam. Pulau berbentuk kalajengking ini memang diakui banyak pihak sebagai surga bagi para petaruh. Sumber PILARS menyebutkan, antara para bandar judi, oknum aparat keamanan, penguasa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta oknum wartawan, sudah terjadi saling pengertian. Karena itulah, kegiatan berbau spekulasi itu berkembang subur di sana.
Pernah juga kegiatan perjudian di Batam berhenti. Tapi, hanya terjadi ketika Jumat, 9 April 2004, bertepatan dengan Hari Paskah. Mabes Polri ketika itu memerintahkan Kapoltabes Barelang menutup semua tempat bisnis berbau judi di Batam. Perintah Kapolri itu hanya ampuh, tak lebih dari sepekan. Setelah itu, para bandar judi dapat berpesta kembali.
Tak jelas, apa artinya semua itu. Namun yang pasti, bagi masyarakat Batam, Jakarta, Singapura, hingga Malaysia, lokasi kasino di Nongsa Point Marina dan Marina City merupakan surga beradu spekulasi.
Memang, para petaruh yang datang ke Batam, biasanya begitu tiba, mereka langsung dijemput oleh tim yang bekerja di lingkungan pengusaha perjudian di sana. Kini, tak kurang dua belas bandar judi yang menggerakkan bisnisnya di Batam. Namun, ada nama tokoh legislatif yang kerap disebut-sebut sebagai orang dibelakang layar suksesnya perjudian di Batam.
Kepada PILARS, Suryo Respationo, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kodya Batam, yang selama ini dituding sebagai salah satu pelindung bisnis judi menampik tuduhan yang ditimpakan padanya. “Saya ini preman. Tapi saya bukan beking judi,” tegasnya.
Meski begitu, Suryo mengakui, dirinya memang banyak menyalurkan preman di Batam. Para pengangguran dan wong cilik juga dibantunya untuk bekerja di lingkungan bisnis perjudian. Kini, katanya, tak kurang dari 23 ribu orang yang telah disalurkan Suryo di situ.
Selain itu, suksesnya perjudian di Batam juga tak lepas dari peranan oknum aparat keamanan. “Wong mereka tahu persis kok di Nongsa itu setiap malam digelar judi kasino. Kenapa tidak disegel,” ujar Ridwan, seorang pedagang informal yang mencari rezeki di sekitar arena kasino.
Begitu sulitkah aparat keamanan membarantas perjudian? Sulit-sulit gampang. Tergantung niat dan keinginan. “Teman-teman sempat mengirim informasi ke Mabes Polri di Jakarta. Tapi acuh aja,” ujar seorang tokoh LSM yang enggan disebut jati dirinya kepada PILARS. “Kami dengar ada oknum aparat keamanan di Jakarta yang turut melindungi mereka,” tambah dia.
Problema judi, telah menjadi masalah akut yang dihadapi pemerintah daerah di Batam. Terlepas dari semua itu, bisnis perjudian di Pulau Batam sudah sangat meresahkan masyarakat. Dengan sangat jelas masyarakat setempat menyaksikan berbagai bentuk aktivitas pertaruhan. Mulai dari judi bola, bisnis “arisan” togel hingga judi kasino.
Tapi, baik aparat keamanan, pemerintah maupun masyarakat tampaknya seperti tak berdaya melawan kegiatan perjudian di Pulau Batam.
Bahkan, tahun lalu Hidayat Nurwahid selaku Presiden Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera, yang kini menjabat Ketua MPR-RI, pernah mengingatkan Wali Kota Batam dan para pejabat di sana untuk segera mencabut izin perusahaan pengelola judi. “Hendaknya semua kebijakan yang potensial memunculkan atau mudah disalahpahamkan untuk akhirnya melegalisir judi, baik PT Dewa Menara Wisata maupun yang di Nongsa Point Marina dan Marina City, dengan dalih apa pun hendaknya dicabut. Perjudian dalam segala bentuk harus dinyatakan secara konsekuen sebagai hal yang dilarang di Batam,” ungkapnya dalam siaran pers, 7 Maret 2003 silam.
Lemahnya kekuatan untuk melawan kegiatan perjudian itu juga dirasakan sejumlah tokoh masyarakat di Pulau Batam. Tapi sayang, penolakan yang mereka lakukan bagai teriakan di Gurun Sahara.
Sesungguhnya, berapa omset judi di Pulau Batam? Sejauh ini, belum ada bandar judi yang bersedia buka kartu. Namun, dari percakapan dengan beberapa sumber di sekitar mereka, ditaksir tak kurang dari dua miliar rupiah dana segar yang mereka kantongi setiap hari. Itu baru dari satu bandar yang mengkonsentrasikan kegiatan bisnis judinya di Nongsa. Tentu, belum termasuk dana segar yang mengalir ke bandar judi yang bermukim di Singapura.
© Copyright 2024, All Rights Reserved