Masyarakat diimbau tidak mudah menjadikan arus informasi sebagai referensi utama, karena dikhawatirkan menjadi ancaman memecah belah. Sebab adu domba lewat arus informasi ini menjadi formula baru mengadu domba masyarakat, seperti formulasi dari politik warisan zaman kolonial Belanda Devide at Impera.
"Ini fenomena permasalahan di era digital. Semua orang bisa memproduksi berita, di mana mem-forward, menjadi konsumen berita. Kalau berita bohong ini tidak dicermati, fakta-fakta yang tidak benar dikonsumsi menjadi sebuah referensi," kata Wali Kota Bandung Ridwan Kamil (Emil) seusai Deklarasi Bandung Hantam Hoax di Pendopo Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (20/02).
Emil itu mengatakah, berita bohong jika dibiarkan begitu saja akan berakibat persepsi negatif terbentuk dengan kuat. Bahkan, ujaran kebencian itu menjadi nilai sosial dalam bermasyarakat.
"Kalau berita bohongnya menebar kebencian, maka kebencian lah menjadi nilai referensi pembacanya. Sekarang kita lihat ancaman dari dalam, pecah belahnya, dimulai dari persepsi informasi," kata Emil.
Dalam deklarasi Bandung Hantam Hoax ini, Emil menekankan lima hal penting yang menjadi sikap warga Kota Bandung terhadap masifnya arus informasi bohong. Berikut lima sikap warga Bandung terhadap hoax:
Pertama, kami warga Kota Bandung, menyatakan sikap menentang segala bentuk hoax yang dapat merusak perdamaian dan tatanan sosial Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kedua, kami warga Kota Bandung, menolak penyebarluasan hoax dalam bentuk apapun dan melalui media manapun.
Ketiga, kami warga Kota Bandung, menolak hoax dan segala bentuk penyalahgunaan media sosial yang merusak nilai-nilai HUMANITY, RESPONSIBILITY, FRIENDSHIP, ENLIGHTENMENT dan HARMONI.
Keempat, kami warga Kota Bandung, mendukung penggunaan media sosial yang positif dan bermanfaat.
Kelima, kami warga Kota Bandung siap Hantam Hoax, gerakan dari masyarakat Bandung, persembahan untuk perdamaian dunia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved