Pertemuan bilateral RI-Norwegia, yang berakhir kemarin, menghasilkan Letter of Intent (LoI) yang meresmikan kerja sama dalam pelestarian hutan berkonteks REDD+. Kedua negara menjalin kerjasama untuk mengurangi emisi karbondioksida dari deforestasi dan degradasi hutan. Kerjasama ini harus berhasil, karena menurut Presiden, malu kalau gagal. Selain itu, akan terbuka peluang bekerjasama dengan negara lainnya.
Sabtu (29/05) pagi, Presiden dan rombongan direncanakan mendarat di bandar udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Kepala Negara meninggalkan bandara Gardermoe, Oslo, Jumat (28/05) malam waktu Indonesia, setelah menyelesaikan kunjungannya selama 3 hari 2 malam di negara itu.
Sejumlah pejabat menyertai Presiden selama kunjugan ke Oslo. Di antaranya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Lainnya, Menteri Lingkungan Hidup Muhammad Gusti Hatta, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng, Sekertaris Negara Sudi Silalahi, dan Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto.
Presiden SBY baru saja menghadiri sekaligus menjadi co-chairs, bersama PM Norwegia Jens Stoltenberg, Konferensi Oslo untuk Perubahan Iklim dan Kehutanan atau Oslo CFC 2010. Presiden juga mengadakan pertemuan bilateral dengan beberapa kepala negara, atau pemerintahan, antara lain dengan Presiden Kongo, PM Norwegia, dan perwakilan dari UNEPP dan UNDP.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan kerjasama Indonesia-Norwegia untuk mengurangi emisi karbondioksida dari deforestasi dan degradasi hutan, harus berhasil. Kalau sampai gagal, malu karena Indonesia menjadi pelopornya. Karena itulah, kata Presiden, persoalan kehutanan ini harus diletakkan sebagai salah satu agenda nasional.
“Partnership RI-Norwegia ini harus berhasil kita laksanakan,” kata Presiden dalam keterangan pers kepada wartawan Inonesia, di Hotel Holmenkollen, Oslo, tempat pelaksanaan acara.
5 Pola Pikir
Untuk menyukseskan pertemuan, Presiden menyebutkan ada lima pola pikir atau mindset yang harus diterapkan dalam kerjasama bilateral dan multilateral tersebut. Pertama, kerjasama RI - Norwegia ini harus diletakkan sebagai bagian atau salah satu agenda dalam aksi nasional pemeliharaan kehutanan, dan bukan sebaliknya.
Kedua, ketika menetapkan sasaran pengurangan emisi gas rumah kaca dalam partnership dengan Norwegia ini, menurut Presiden, hal itu harus menjadi bagian dari target pengurangan 26 persen sampai 41 persen sebelum 2020.
Ketiga, meskipun kerjasama kedua negara hanya menjadi salah satu bagian dari aksi nasional, tapi target pengurangan emisi ini merupakan sumbangan Indonesia kepada dunia. Kepala Negara mengingatkan, chapter menyangkut kerjasama pengurangan emisi gas rumah kaca dari hutan ini disumbang oleh Indonesia.
”Itu sumbangan kita semua. Jadi, malu kalau chapter yang kita sumbangkan ini diadopsi oleh dunia, dan kita menjalankan kok kita tidak berhasil,” kata Presiden.
Sejumlah alasan Presiden kemukakan mengapa Indonesia tidak boleh gagal dalam kerjasama ini. Indonesia telah dipandang sebagai pemimpin dalam perjuangan melawan perubahan iklim. Apalagi, Norwegia telah melakukan kerja sama serupa dengan Brasil dan dipandang telah berhasil.
“Kalau bisa Indonesia harus berhasil, lebih baik dari apa yang sudah dicapai di Brasil,” ujar Presiden SBY.
Selain itu, jika kerjasama RI-Norwegia dalam pengurangan emisi karbon ini berhasil, sangat terbuka untuk menjalin kerjasama sejenis dengan negara lain.
© Copyright 2024, All Rights Reserved