Blok Ambalat kembali menjadi berita. Namun, berita terakhir tentang Blok Ambalat tak seheboh di lapangan saat pembuatan mercusuar. Perundingan ketiga antara Indonesia dan Malaysia di Yogyakarta sejak Senin hingga Selasa (25-26/7) menghasilkan kesepakatan dibentuknya satu kelompok kerja.
Menurut Ketua Tim Perunding RI, Arif Havas Oegroseno, kelompok kerja itu bertugas untuk membicarakan aspek-aspek teknis delimitasi, seperti penancapan titik dan penarikan garis pangkal. "Pokja itu dibentuk untuk mempercepat proses perundingan, karena perundingan ini sudah memasuki tahap yang sangat teknis," kata Havas.Jakarta
Pokja tersebut, menurut Arif nantinya akan beranggotakan delapan orang, yaitu empat orang dari Indonesia dan empat orang lainnya dari Malaysia. Dari Indonesia, pokja tersebut terdiri atas kalangan TNI-Angkatan Laut (AL), Departemen Pertahanan dan Departemen Perhubungan.
Menariknya perundingan ke tiga di Yogyakarta tersebut adalah tak hanya membahas perselisihan soal Blok Ambalat di Kalimantan Timur. Namun persoalan yang dibahas diperluas dengan membahas masalah teknis delimitasi di Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Cina Selatan dan Laut Sulawesi berdasarkan hukum internasional, terutama batas wilayah laut sesuai Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) 1982.
Direncanakan perundingan keempat antara Indonesia dan Malaysia akan dilakukan pada September 2005 di Malaysia. Sebelum perundingan ke empat direncanakan Pokja akan melakukan pertemuan terlebih dulu. "Pokja itu nantinya akan melakukan pertemuan di antara mereka sekitar satu atau dua hari sebelum perundingan," jelas Arif. Sedangkan pertemuan pertama di Bali pada 22-23 Maret dan kedua di Langkawi pada 25-26 Mei 2005.
Memang tak seperti saat sengketa Blok Ambalat mencuat, seluruh media massa di Indonesia mengulas tentang perselisihan tersebut. Bahkan, banyak media massa khususnya televisi membuat liputan langsung dari Blok Ambalat. Kini perundingan tentang perselisihan Blok Ambalat di Yogyakarta sepi dari liputan media massa.
Sepertinya ‘kuli disket’ sudah lupa akan peristiwa tersebut, atau memang kebijakan redaksional dari setiap media massa yang menganggap peristiwa tersebut tidak penting. Padahal yang dipertaruhkan adalah integritas teritorial Indonesia. Atau isu Ambalat mencuat untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari kenaikan BBM yang saat itu diambil pemerintah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved