Pajak penghasilan (PPh) di Indonesia perlu diturunkan. Risikonya akan ada penurunan penerimaan negara dari perpajakan.
"Saat ini negara-negara internasional memang kecenderungannya adalah menurunkan tarif," kata Direktur Eksekutif Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam, seusai sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (11/08).
Mengenai berapa besar penurunannya dan seberapa cepat penurunannya, Darussalam menyebut hal itu tergantung pada perekonomian masing-masing negara. Misalnya, Indonesia yang penerimaan APBN-nya sangat tergantung pada PPh badan tentu memiliki strategi penurunan tarif yang berbeda dari negara yang penerimaannya tidak tergantung pada PPh badan.
Menurut Darussalam, rencana pemerintah untuk menurunkan PPh badan dari 25 persen menjadi 17 persen setara Singapura perlu dikritisi secara objektif. Penurunan tarif PPh badan, kata dia, mungkin perlu dilakukan mengingat tarif pajak merupakan salah satu indikator daya tarik investasi, meski bukan yang utama.
"Tapi kalaupun mau turun, sebaiknya bertahap tidak langsung delapan persen. Yang cerdas lah menurunkannya. Menurut saya kalau ke 20 persen, itu masih mungkin," kata Darussalam.
Sebelumnya, pemerintah berencana untuk menurunkan tarif PPh badan dari 25 persen menjadi 17 persen. Dengan demikian, tarif PPh badan di Indonesia akan setara dengan Singapura, yang memiliki tarif PPh badan terendah di kawasan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah bergerak untuk menurunkan tarif PPh badan ini. Sri Mulyani memastikan akan mengajukan revisi sejumlah undang-undang pajak di antaranya, Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan ke DPR.
© Copyright 2024, All Rights Reserved