Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Hanura, Frans Agung Mula Putra, dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (MKD). Ia diadukan bekas stafnya, Denty Noviany Sari terkait dugaan penggunaan gelar doktor palsu karena tidak terima dengan pemecatan sepihak yang dilakukan Frans.
Kepada pers, Rabu (27/05), pengacara Denty, Jamil Burhanuddin, mengatakan, Denty dipecat Frans Februari 2015 lalu. Ia menyebut kliennya dipecat tanpa ada pemberitahuan baik secara lisan maupun tertulis.
“Dia ini diberhentikan tapi tidak ada pemberitahuan, tidak pernah ada omongan. Tahu-tahu dia datang ke kantor di DPR, kantornya dikunci,” ujar Jamil.
Merasa diperlakukan tak baik, Denty tak ma hanya melaporkan soal pemecatannya kepada MKD DPR. Dia juga melaporkan Frans Agung soal dugaan penggunaan gelar doktor palsu.
Jamil mengatakan, Denty mengaku pernah diberi tugas oleh Frans untuk membuat kartu nama dengan mencantumkan gelar Doktor di depan nama. Padahal Denty tahu bahwa Frans belum menyandang gelar Doktor. “Ada buktinya kartu nama dan memo penugasan," ujar Jamil
Terkait pengaduan ini, Frans Agung tegas membantahnya. “Faktanya, saya sekarang menempuh pendidikan doktor di Universitas Satyagama, yang tinggal 3 tahapan lagi. Artinya pemalsuan secara formil tidak terpenuhi karena saya sedang menempuh pendidikan doktor di universitas bersangkutan," ujar politisi dari daerah pemilihan Lampung ini kepada pers, Rabu (27/05).
Frans mengatakan, secara material, dirinya tidak pernah membuat ijazah atau memalsukan ijazah dari lembaga pendidikan yang resmi sebagaimana yang dilaporkan mantan stafnya ke MKD. “Saya tidak pernah mengunakan gelar doktor tersebut dalam kepentingan ketatanegaraan atau kepentingan formal institusi DPR," ujarnya.
Frans mengatakan, lembaga pendidikan di mana ia menempuh pendidikan doktor, adalah salah satu universitas yang mendapatkan akreditasi dari Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ristek. “Intinya saya tidak pernah merugikan pihak manapun," ujar anggota Komisi II DPR itu.
Terkait tudingan bekas stafnya bahwa dia meminta membuat kartu nama dengan mencantumkan gelar doktor, Frans mengatakan pembuatan kartu nama itu justru inisiatif stafnya.
“Bagi saya tuduhan gelar doktor palsu itu mengusik nurani intelektual saya, karena saya mengetahui secara betul, mendapat gelar doktor itu susah. Saya memahami kode etik civitas akademi tidak boleh sembarangan gelar akademik tanpa melalui prosedur dan jalur pendidikan formal," ujarnya.
Terkait tuduhan pemecatan sewenang-wenang, Frans Agung punya penjelasan sendiri. Ia membenarkan telah memecat 2 orang stafnya di DPR. Pemecatan itu bukan tanpa alasan, akan tetapi karena keduanya memalsukan tanda tangannya untuk kepentingan pemberkasan surat pernyataan sebagai syarat untuk menjadi Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR. “Mereka memalsukan tanda tangan saya dalam rangka pencairan rapel gaji selama 3 bulan.”
Frans Agung mengatakan, tindakan itu sangat fatal bagi seorang staf dan dirinya bisa menuntut balik atas dasar pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan secara hukum, termasuk pemalsuan tanda tangan. "Atas dasar itulah, Denty dan Rizal Akbar, saya pecat dan saya berhentikan," ujar Frans.
Meski Frans Agung membantahnya, proses di MK DPR tetap bergulir. Ketua MKD DPR Surahman Hidayat mengatakan, pihaknya akan menggelar sidang perdana kasus ini pada Kamis (27/05) besok.
Terhadap kasus ini, Ketua Fraksi Hanura di DPR, Dossy Iskandar mengatakan, pihaknya menghormati MKD sebagai tempat untuk mengklarifikasi persoalan itu. “Kan sudah ada MKD, biarkan Pak Frans untuk melakukan pembelaan. Frans punya hak untuk membela diri," ujar Dossy.
Dossy mengetahui bahwa Frans selama ini memang sedang menempuh pendidikan doktoral. Meski begitu, menurutnya Frans tidak pernah menggunakan gelarnya itu. “Saya tahu dia lagi S3, dia lagi pening menyusun disertasi. Sepengetahuan saya, tidak pernah digunakan," ujar Ketua DPP Hanura ini.
© Copyright 2024, All Rights Reserved