Menteri Perminyakan Arab Saudi Ali al-Naimi memutuskan untuk mundur dari jabatannya. Al-Naimi merupakan arsitek dari perubahan kebijakan OPEC pada 2014 yang akhirnya memengaruhi pasar energi, perusahaan dan perekonomian dari Meksiico hingga Nigeria.
Al-Naimi (80 tahun), sudah memimpin kementrian perminyakan Arab Saudi selama hampir 21 tahun.
Banyak masalah dan pengalaman berharga yang dia temui selama menjabat, mulai pergerakan liar harga minyak, perang regional, kemajuan teknologi, serta perubahan iklim.
"Selama masa keterlibatan saya di industri ini dalam tujuh dekade, saya pernah mengalami harga minyak berada di bawah US$2 per barel dan US$147. Volatilitas harga minyak juga kerap terjadi. Saya menyaksikan kecemasan dan kelangkaan. Saya juga melihat kenaikan harga yang tinggi atau bahkan stagnan," kata dia,
Mundurnya al-Naimi -yang selama bertahun-tahun dapat menggerakkan pasar melalui pernyataannya- menjadi sinyal teranyar bagaimana Deputi muda Pangeran Mohammed bin Salman menancapkan otoritasnya pada kebijakan minyak.
Selanjutnya al-Naimi akan digantikan dengan Khalid Al-Falih, pimpinan Saudi Arabian Oil Co yang merupakan perusahaan minyak milik Arab Saudi. Al-Falih juga dikenal sebagai tangan kanan Raja Salman dan Pangeran Mohammed.
Direktur Pusat Kebijakan Energi Global di Columbia University di New York dan mantan pejabat minyak Gedung Putih, Jason Bordoff, mengatakan, Khalid sudah mengetahui seluk beluk kebijakan minyak Arab Saudi dan sangat dekat dengan putra mahkota.
Meski al-Naimi terbilang bebas menerapkan kebijakan minyak di bawah pemerintahan Raja Fahd dan Raja Abdullah, namun manuvernya terbilang terbatas sejak Raja Salman berkuasa.
Menurut penuturan sejumlah kolega dari Rusia dan Venezuela, pada pertemuan di Doha 17 April lalu, al-Naimi tidak memiliki otoritas untuk menyelesaikan kesepakatan.
Permintaan Pangeran Mohammed yang bersikeras tidak ada kesepakatan selama Iran tidak bergabung dengan OPEC, membuat perundingan tersebut gagal menemui kata sepakat.
Padahal, 18 bulan sebelumnya, al-Naimi memiliki pengaruh besar atas keputusan yang ada. Dialah yang mendorong negara-negara OPEC agar tidak mengubah kuota produksi minyak, daripada memangkas produksi untuk mempertahankan harga minyak di kisaran US$100 per barel.
Langkah ini juga ditujukan agar perusahaan minyak AS tidak mampu bertahan. Strategi tersebut berhasil. Jumlah rig perusahaan pengeboran minyak AS yang aktif mulai berkurang signifikan. Demikian pula dengan produksi minyak serpih yang mencatatkan penurunan. Sedangkan perusahaan minyak mulai dari yang kecil hingga besar, termasuk Exxon Mobil Corp, memangkas nilai investasi mereka.
© Copyright 2024, All Rights Reserved