Banyaknya tersangka korupsi yang mengajukan gugatan praperadilan pasca kemenangan Komjen Budi Gunawan atas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah diprediksi banyak kalangan sebelumnya. Mahkamah Agung didesak untuk segera mengeluarkan edaran berisi pedoman bagi hakim untuk menangani praperadilan.
“Ini ekses dari praperadilan Komjen BG. Dengan memperluas Pasal 77 KUHAP maka tersangka akan melakukan segala hal. Bukan tidak mungkin Pasal 77 itu diperluas dengan hal-hal lain. Pasti akan terjadi eskalasi hukum dan membahayakan peradilan acara pidana,” ujar pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan Bandung Agustinus Pohan kepada pers di Jakarta, Selasa (31/03).
Agustinus mengatakan, waktu KPK akan tersita untuk menindaklajuti permohonan praperadilan. Bahkan, bisa terjadi setiap perkara yang ditangani kejaksaan dan polisi akan akan bernasib sama. Yakni, semua akan mengajukan praperadilan.
“Ini akan mengganggu proses peradilan di negeri ini. Hanya satu cara. Mahkamah Agung (MA) menerbitkan surat edaran (SE) agar ada pedoman bagi hakim yang menangani praperadilan,” saran dia.
Agustinus menambahkan, hanya dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) hal itu bisa diatasi. Pasalnya, putusan hakim Sarpin Rizaldi terhadap Komjen BG tak bisa lagi dibatalkan.
“Inilah sejarah perjalanan penegakan hukum di negeri ini dan realitas yang harus diterima. Mungkin ini tidak menyenangkan, kita inginnya konsisten, namun fakta pahit harus ditelan,” tambahnya.
Agustinus memastikan kinerja KPK semakin terganggu pasca-putusan praperadilan Komjen BG. Divisi hukum KPK dipastikan akan sibuk melayani gugatan hukum para tersangka korupsi karena personelnya tidak banyak.
“KPK bisa meminta bantuan lawyer untuk menghadapi praperadilan ini. Hal lainnya yang bisa dilakukan adalah mempercepat pelimpahan perkara ke pengadilan,” saran Agustinus.
© Copyright 2024, All Rights Reserved