Hingga saat ini masalah legalitas lahan kebun sawit petani plasma masih menjadi hambatan utama bagi penyaluran pendanaan dari perbankan nasional. Oleh sebab itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan membantu proses legalitas lahan sawit milik pekebun plasma dan swadaya yang berada di kawasan hutan.
Sehingga legalitas lahan tersebut, akses perkebunan sawit terhadap lembaga keuangan dan bantuan pemerintah menjadi jauh lebih baik. Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengatakan, pihaknya akan meminta bantuan bank untuk mempermudah proses legalitas lahan milik petani plasma.
Aspek legalitas lahan menjadi persoalan penting yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Sebab dari 30 persen lahan non hutan yang digunakan oleh masyarakat saat ini, hanya 45 persen yang sudah memiliki sertifikat. Sekitar 4,5 juta Ha atau 42 persen tanaman kelapa sawit Indonesia dimiliki dan dikelola oleh petani plasma.
"Dengan memiliki luas lahan sekitar 2,5 juta hektar, petani tersebut sudah perlu diremajakan karena berumur tua dan/atau produktivitasnya rendah yakni sekitar 2-3 ton CPO/ha/tahun. Sebagian besar dari 2,5 juta ha tersebut adalah milik petani swadaya yang tidak mempunyai biaya dan memerlukan pendampingan teknis agronomi yang baik serta manajemen," katanya kepada politikindonesia.com di sela Forum Group Diskusi (FGD) Kebijakan Akselerasi Pembiayaan dan Kepastian Hukum atas Lahan Pekebun Sawit dengan Konsep Kemitraan, di Jakarta, Kamis (09/03).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan menambahkan, sebenarnya dukungan dari perbankan mutlak diperlukan untuk membantu pengelolaan dan peremajaan lahan yang dimiliki petani plasma. Sebab,bsaat ini luas lahan sawit milik pekebun mencapai 3,8 juta ha atau 41 persen dari total luas kebun kelapa sawit nasional, yaitu 11,3 juta ha.
"Selain lahan, yang juga perlu menjadi perhatian adalah pemenuhan kebutuhan pekebun plasma selama masa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM). Diperlukan penyesuaian Undang-undang terkait program pembiayaan secara Lex Spesialis untuk komoditas kelapa sawit sebagai komoditas strategis negara," papar Fadhil.
Dijelaskan, dari data GAPKI, tahun lalu produksi Crude Palm Oil (CPO) nasional mencapai 31,5 juta ton dan PKO sebesar 3 juta ton. Sehingga total keseluruhan produksi minyak sawit Indonesia adalah 34,5 juta ton. Sementara, harga CPO global rata-rata sepanjang tahun lalu sebesar USD700 per metrik ton atau naik 14 persen dibanding harga rata-rata 2015.
"Ekspor minyak sawit Indonesia dan turunannya tahun lalu, sebesar 25,1 juta ton. Sehingga pada tahun 2016 hanya menyumbangkan devisa senilai USD18,1 miliar, kedua terbesar setelah migas. Maka komoditas kelapa sawit memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Karena sudah mempekerjakan sebanyak 5,3 juta jiwa secara langsung," imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Bambang mengatakan, kelembagaan petani merupakan hal utama dalam upaya mencapai kemitraan yang saling menguntungkan. Peningkatan produksi dan produktivitas untuk menghindari kehilangan potensi pendapatan pekebun melalui peremajaan dan intensifikasi tanaman, serta inovasi teknologi perkelapasawitan harus dilakukan.
"Tak heran, kalau dalam pengembangannya, industri kelapa sawit saat ini menghadapi sejumlah tantangan, di antaranya adalah usia tanaman kelapa sawit di sebagian lahan petani yang sudah tidak produktif, sehingga perlu diremajakan (replanting)," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved