Gempa bumi yang mengguncang wilayah Tasikmalaya pada Jumat (15/07) dini hari tadi, tergolong gempa langka yang jarang terjadi. Meski wilayah Tasikmalaya dan Jawa bagian selatan sering diguncang gempa, tapi secara zona seismogenik, gempa yang terjadi di luar zona subduksi (outer rise) seperti ini, jarang terjadi.
Demikian disampaikan Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Daryono kepada pers, Jumat (15/07) terkait gempa 5,5 SR yang tejradi Jumat (15/07) dinihari tadi, pukul 01.28 WIB.
Pusat gempa berada pada koordinat 10.62 lintang selatan dan 107.93 bujur timur. Epicentrumnya berada di laut pada kedalaman 10 km dibawah permukaan. Gempa ini dinyatakan BMKG tidak berpotensi menimbulkan gelombang tsunami.
“Meskipun dampak gempa bumi tidak signifikan, tetapi peristiwa gempa bumi ini ditinjau dari zona seismogeniknya termasuk gempa bumi langka dan merupakan jenis gempa bumi dangkal di luar zona subduksi (outer rise), sehingga gempa bumi ini menarik bagi para ahli kebumian,” jelas Daryono.
Daryono menyebut, gempa ini tercatat dengan baik oleh peralatan BMKG dan beberapa orang dilaporkan merasakan guncangan gempa. Adapun wilayah selatan Jawa yang terkena dampak dari gempa seperti wilayah Pangandaran, Cilacap, Kebumen, Cilacap, Yogyakarta, Pacitan, hingga Malang.
"Berdasarkan hasil analisis peta tingkat guncangan (shake map) BMKG, dampak gempabumi ini menimbulkan guncangan pada I Skala Intensitas Gempabumi BMKG (SIG-BMKG) atau II skala intensitas Modified Mercally Intensity (MMI) di hampir seluruh wilayah Jawa bagian selatan dari Malingping," ujar dia.
Daryono menambahkan, jika memperhatikan letak episenternya, tampak bahwa pusat gempa bumi ini berasosiasi dengan dinamika tektonik di zona outer rise selatan Jawa yang mengalami tarikan Lempeng Indo-Australia di luar zona subduksi. “Mengingat gaya yang bekerja berupa tarikan lempeng, maka relevan jika mekanisme sumber gempa bumi yang terjadi adalah penyesaran turun (normal fault)," lanjutnya.
Daryono menybeut, gempa bumi semacam ini pernah terjadi di selatan Jawa pada 11 September 1921 dengan kekuatan M=7,5. Laporan Visser (1922) menunjukkan bahwa spektrum guncangan gempa bumi saat itu mencapai jarak sejauh 1.500 kilometer.
Guncangan gempa kala itu untuk bagian barat dirasakan hingga Krui dan Lampung, sementara itu di wilayah timur, gempa dirasakan hingga Taliwang, Sumbawa. “Di wilayah antara Cilacap dan Blitar dilaporkan banyak bangunan tembok mengalami retak-retak dan roboh. Menurut Soloviev dan Go (1984), gempa bumi outer rise Jawa 1921 memicu terjadinya tsunami kecil yang teramati di Parangtritis hingga Cilacap," tutur Daryono.
Beruntung gempa Tasikmalaya dini hari tadi tidak berpotensi tsunami meski berpusat di laut dengan mekanisme sesar turun. Gempa tidak menimbulkan tsunami karena, kekuatannya tidak mendukung adanya perubahan dasar laut yang signifikan untuk memicu terjadinya tsunami.
“Dari hasil monitoring BMKG selama 1 jam pasca gempa bumi, belum terjadi gempa bumi susulan. Untuk itu masyarakat pesisir selatan Pulau Jawa diimbau agar tetap tenang mengingat gempa bumi yang terjadi tidak berpotensi tsunami," kata dia.
Pada 19 Agustus 1977, gempa bumi M=8,3 di zona outer rise Samudera Hindia selatan Sumbawa diterangkan Daryono memicu terjadinya tsunami setinggi 5-8 meter dan menerjang Pantai Lunyuk, Sumbawa. Tsunami itu menyebabkan lebih dari 198 orang tewas. “Zona outer rise memang zona gempa yang terabaikan, karena jarangnya gempa bumi terjadi di daerah ini," tandas Daryono.
© Copyright 2024, All Rights Reserved