Berpenduduk mayoritas muslim, Indonesia berpotensi menjadi industri keuangan syariah. Hal itu terlihat dari hasil share industri perbankan syariah terhadap industri perbankan nasional yang menunjukkan meningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Yaitu dari 4,6 persen pada Juli 2015 meningkat menjadi 4,81 persen pada Juli 2016.
"Share dimaksud telah tumbuh menjadi sekitar 5,13 persen dengan adanya konversi BPD Aceh menjadi Bank Umum Syariah. Selain itu, banyaknya pasar syariah yang ditopang dengan berkembangnya lifestyle syariah, seperti berkembangnya industri halal," kata Direktur Utama PT Jamkrindo Syariah Kadar Wisnuwarman, pada Business Gathering bertema "Sinergi Penjaminan Syariah dengan Perbankan Syariah untuk Meningkatkan Market Share Keuangan Syariah", Jakarta, Selasa (08/11).
Menurutnya, sebagai dampak meningkatnya kebutuhan akan produk keuangan syariah, usaha penjaminan syariah pun tumbuh. Salah satunya dialami oleh PT Jamkrindo Syariah (Jamsyar), anak usaha Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), yang bergerak dalam usaha penjaminan syariah.
"Per September 2016 volume penjaminan telah mencapai Rp10,2 triliun. Volume penjaminan itu naik hampir lima kali lipat dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya Rp2,2 triliun. Volume tersebut diperoleh melalui penerbitan sertifikat kafalah kepada lebih dari 166.000 terjamin dengan pencapaian imbal jasa kafalah (IJK) sebesar Rp117,37 miliar," ungkapnya.
Pada periode sama tahun lalu, lanjutnya, Jamsyar hanya memberikan penjaminan kepada sekitar 17.000 terjamin dengan pencapaian IJK sebesar Rp19 miliar. Dengan meningkatnya kebutuhan akan penjaminan, aset Jamsyar per September 2016 tercatat mencapai Rp351 miliar, atau naik 31,46 persen dibanding periode sama tahun lalu yang sebesar Rp267 miliar.
"Awal berdiri, aset Jamsyar hanya Rp250 miliar. Sekarang sudah Rp351 miliar. Saat ini Jamsyar sudah bekerja sama dengan 29 mitra kerja nasional maupun daerah dengan meneken 67 perjanjian kerja sama. Mitra kerja Jamsyar di antaranya perbankan, lembaga keuangan nonbank, coguarantee, cobranding, serta reguarantee dan reasuransi," ujarnya.
Dijelaskan, akses pengusaha kepada lembaga keuangan, termasuk perbankan, bisa lebih mudah dengan penjaminan. Diharapkan akan semakin banyak pelaku usaha yang mengakses pembiayaan perbankan. Karena perusahaan penjaminan mudah diakses oleh seluruh mitra dan calon mitra penjaminan di Indonesia. Apalagi saat ini berdasarkan data kementerian koperasi dan UMKM terdapat sebanyak 50 juta pelaku UMKM.
"Di sisi lain dengan penjaminan, dapat mengurangi bobot risiko dalam perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) sebesar 50 persen atas pembiayaan yang dijamin. Dengan berkurangnya ATMR, maka Capital Adequate Ratio atau rasio kecukupan modal perbankan akan meningkat. Sehingga kemampuan penyaluran pembiayaan bank menjadi lebih luas," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani menambahkan, pihaknya akan terus mendorong pembentukan perusahaan penjaminan syariah. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan pangsa pasar keuangan syariah yang saat ini telah mencapai 5,35 persen menjadi 10 persen dalam lima tahun ke depan.
"Hingga September 2016, total aset perbankan syariah telah mencapai Rp330 triliun dari sebanyak 13 bank umum syariah (BUS) dan 21 Unit Usaha Syariah (UUS). Pangsa pasar pun telah meningkat dengan adanya konversi BPD Aceh menjadi bank syariah. Dengan ada penjaminan syariah pertumbuhan bisa menjadi lebih besar lagi. Ditargetkan pangsa pasar syariah menjadi 10 persen dalam lima tahun mendatang," imbuhnya.
Berdasarkan data OJK, lanjutnya, terdapat 21 perusahaan penjaminan yaitu dua perusahaan penjaminan BUMN, 19 daerah dan 4 perusahaan jaminan syariah. Adapun di industri syariah terdapat 2 perusahaan penjaminan syariah, 1 unit usaha penjaminan syariah dan 2 penjaminan syariah milik daerah.
"Saat ini total aset industri perusahaan penjaminan telah meningkat tujuh kali lipat menjadi Rp717 miliar. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat seiring potensi pembentukan perusahaan penjaminan daerah (Jamkrida) menjadi syariah atau pembentukan Jamkrida syariah bagi provinsi yang belum memiliki. Seperti, BPD NTB akan dikonversi menjadi syariah dua tahun lagi," tegasnya.
Menurut Firdaus, perusahaan penjaminan diperlukan untuk mendukung kebijakan pemerintah terutama mendorong kemandirian usaha khususnya UMKM dan koperasi dalam perekonomian nasional. Untuk mendukung pertumbuhan keuangan syariah, sinergi antara industri penjaminan syariah dengan perbankan syariah menjadi hal yang strategis.
"Ini penting untuk meningkatkan akses pada sumber-sumber pembiayaan bagi dunia usaha, mikro dan koperasi. Apalagi dari sebanyak 50 juta pelaku UMKM masih banyak yang belum mendapatkan akses pembiayaan ke bank (unbankable) karena tidak memiliki aset yang dapat dijadikan agunan. Disinilah dinilainya peran perusahaan penjaminan untuk memberikan jaminan sebagai pengganti agunan," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved