Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman menanggapi positif gagasan penggunaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membuat terang isu soal penyadapan yang sempat disuarakan oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Beritanya kan masih sangat simpang siur ya, dari satu pihak yang awalnya menjadi sumber berita yang disimpulkan ada data percakapan, yang kemudian disimpulkan hasil sadapan, dia mengelak," ujar Sohibul di di Masjid Al-Amin, Kompleks DPR Kalibata, Jakarta, Senin (06/02).
Isu penyadapan bermula dari sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ketika mendengarkan kesaksian Ketua Umum MUI Maruf Amin. Dalam persidangan itu, kuasa hukum Ahok sempat mempertanyakan adanya komunikasi telepon antara Maruf dengan SBY. Meski Maruf membantah, kuasa hukum Ahok mengaku memiliki bukti adanya komunikasi tersebut, dan menuding Maruf memberikan keterangan tak benar.
Dikatakan Sohibul, dugaan penyadapan yang dilakukan Ahok dan kuasa hukum terhadap Ketum MUI dan SBY semakin tidak jelas setelah sejumlah lembaga negara seperti Polri dan BIN juga membantah adanya penyadapan. "Semua pihak yang selama ini punya penyadap juga menolak," kata Sohibul.
Karena itu, menurut Sohibul, harus ada klarifikasi resmi. Dalam hal ini sejumlah anggota DPR mulai mendorong adanya hak angket untuk menuntaskan persoalan ini. Sohibul pun menilai gagasan tersebut sebagai hal yang positif.
Atas alasan itu, klarifikasi resmi dari pemerintah diperlukan untuk menuntaskan simpang siur ini secara terang benderang. Dorongan agar DPR mengeluarkan hak angket dinilai Sohibul sebagai sesuatu yang positif dalam menyelesaikan kasus ini.
"Saya kira ini harus di klarifikasi. Kami di DPR juga punya hak mengklarifikasi. Di DPR kan ada upaya untuk hak angket, hak angket ini kan upaya bertanya lebih dalam, saya kira itu hal yang positif," tegasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved