Indonesia berpotensi kehilangan wilayahnya seluas 1.500 hektar di kawasan Tanjung Datu, Kecamatan Paloh, Sambas, Kalbar, yang berbatasan dengan Malaysia. Potensi kerugian itu terjadi akibat metode pengukuran yang berbeda antarkedua negara dalam menetapkan batas wilayah.
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan lintas komisi DPRD Kalbar, di Pontianak, Selasa (13/2). Komandan Korem (Danrem) 121/Alambhana Wannawai, Kol (Inf) Wisnu Bawa Tenaya mengatakan, diperlukan pembicaran antarpemimpin kedua negara untuk menyelesaikan masalah itu.
Ikhwal perbedaan penetapan batas tersebut bermula ketika dilakukan survei pada tahun 1975. Sesuai dengan Traktat 1891, pengukuran batas wilayah antar Indonesia – Malaysia mengacu pada “{watershed}” atau arah mata air yang mengalir. Namun, {watershed} pada waktu itu sulit ditemukan secara visual.
Karena itu, kemudian dilakukan pengukuran ulang dengan metode sipat datar ({levelling}) yang hasilnya batas negara Malaysia menjadi "masuk" sekitar 3,5 kilometer ke dalam wilayah Indonesia.
Hasil pengukuran dituangkan ke dalam nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dan Malaysia yang ditandatangani di Kinibalu, Sabah (1976) dan Semarang, Jawa Tengah (1978).
Ia menambahkan, saat ini TNI telah memiliki peta dasar yang dapat digunakan untuk memperbaiki batas-batas tersebut. Berdasarkan peta, akan diletakkan patok-patok sebagai batas wilayah kedaulatan Republik Indonesia.
Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dilakukan pembahasan bersama antarkedua negara melalu forum-forum resmi seperti Sosek Malindo maupun kerjasama negara-negara perbatasan.
Mengenai kondisi di lokasi yang belum disepakati tersebut, sebagian ditanami beragam tanaman perkebunan oleh penduduk setempat yang berkewarganegaraan Indonesia. "Tinggal masalah administrasi yang perlu dibahas kedua negara untuk menghindari kesalahpahaman," ujarnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved