Pemerintah Indonesia mendorong Australia untuk kembali duduk di meja perundingan untuk membahas perbatasan maritim kedua negara di Laut Timor, terutama yang tertuang dalam Traktat Perth 1997 lalu.
Saat traktat itu disepakati, Timor Leste masih menjadi bagian dari Indonesia. Sementara saat ini, wilayah itu sudah memisahkan diri sebagai negara dan memiliki klaim perairan sendiri.
“Ada satu treaty, yakni Perth Treaty 97 yang belum selesai diratifikasi sampai saat ini sehingga belum berlaku. Walaupun secara tidak langsung tidak terkait, tapi situasi terbaru ini membuat kita harus ketemu, duduk, dan bicara lagi untuk bahas rencana ke depan soal perjanjian itu," kata Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi usai bertemu Menlu Australia Julie Bishop, di Sydney, Jumat (16/03).
Retno mengatakan pihaknya mendorong Australia untuk kembali merundingkan perbatasan maritim itu menyusul disepakatinya traktat perbatasan maritim antara Timor Leste dan Australia pada awal Maret lalu. Indonesia ingin memastikan bahwa perjanjian kedua negara tersebut, tidak merugikan hak-hak maritim Indonesia di bawah Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982.
Dalam kesempatan itu, Retno menegaskan kembali bahwa perjanjian Timor Leste dan Australia tentang Zona Maritim di Laut Timor melalui Komisi Konsiliasi yang diteken di New York, Amerika Serikat, itu tidak merugikan Indonesia.
Retno mengatakan kesepakatan itu sesuai dengan mekanisme Konvensi Hukum Laut 1982. Pemerintah menyambut baik kesepakatan Australia dan Timor Leste yang berhasil menyelesaikan sengketa wilayahnya secara damai. “Soal konsiliasi Timor Leste dan Australia tidak ada masalah karena dalam perjanjian itu Indonesia tidak dirugikan," ujarnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved