Dunia peternakan kini menghadapi kasus matinya ribuan itik secara mendadak yang diduga akibat serangan virus Avian Influenza (AI) subtipe H5N1 atau akrab dikenal dengan flu burung. Ditemukan ada jenis virus AI baru yang kini menyerang itik yakni virus AI clade 2.3.2. Virus ini bukan hasil mutasi dari virus AI sebelumnya yang pernah mewabah, tetapi masuk dari luar Indonesia.
“Virus AI H5N1 di Indonesia yang bersikulasi adalah virus AI clade 2.1 (2.1.1, 2.1.2 dan 2.1.3) yang telah menginfeksi unggas dan manusia," terang Ketua Tim Peneliti Virus Flu Burung dari Balai Besar Penelitian Veteriner (Balitvet) Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan) Indi Damayanti, kepada politikindonesia.com, di kantor Badan Litbang Pertanian, Jakarta, Rabu (02/01).
Dijelaskan, pihaknya telah menguji petogensitas virus AI H5NI bersikulasi di Indonesia. Hasil uji pathogenisitas virus clade 2.3.2 dibanding dengan virus clade 2.1.3 (2012) memperlihatkan pathogenisitas yang tinggi pada itik. Sehingga menimbulkan kematian pada itik dalam rentan waktu 2-7 hari setelah terjadinya infeksi.
“Penelitian tersebut kami lakukan di laboratorium Animal Biosafety Level 3 (ABSL3) Moduler milik Balitvet. Jadi virus clade 2.1.3 dan clade 2.3.2 mempunyai keganasan yang sama pada itik. Berdasarkan data yang kami terima, virus ini sudah mematikan sebanyak 150.866 ekor itik di sejumlah wilayah Indonesia," terang dia.
Dikatakan Indi, ratusan ribu itik yang mati tersebut tidak semua disebabkan oleh virus AI clade 2.3.2. tapi juga disebabkan oleh virus AI clade 2.1.3 .sehingga diperlukan diagnosa yang lebih mendalam dan akurat.
Indii mengatakan, virus flu burung di Indonesia masih bersirkulasi, sehingga menjadi ancaman bagi unggas dan manusia. “Diagnosa tersebut tidak hanya berdasarkan gejala klinis yang kami temukan dilapangan, tapi kami juga mendiagnosanya lebih mendalam mengenai kematian unggas tersebut," terang dia.
Kepada Elva Setyaningrum, Indi menjelaskan hasil penelitianb balitvet terhadap sejumlah clade dari virus AI H5N1. Ia juga membeberkan ancaman terhadap manusia serta penanganan yang dilakukan untuk mengantisipasi virus itu menyebar di masyarakat. Berikut wawancaranya.
Kasus ribuan itik yang mati mendadak tersebut, benarkah positif flu burung?
Flu burung atau Avian Influenza (AI) subtipe H5N1 di Indonesia yang bersikulasi adalah virus AI clade 2.1 (2.1.1, 2.1.2 dan 2.1.3). Dari penelitian ditemukan, kematian pada itik tersebut sebagai besar disebabkan oleh virus AI varian 2.1.3 dan 2.3.2. Nah, virus AI clade 2.3.2. ini bukan berasal dari Indonesia dan bukan hasil mutasi. Diyakini virus ini berasal dari luar Indonesia.
Dari mana asalk virus AI clade 2.3.2 ini?
Secara geografis, varian 2.3.2 banyak ditemukan di Asia sebelah barat dari Danau Qinghai (China). Namun, karena burung migrasi, varian ini ditemukan di bagian timur Asia, seperti Hongkong, Korea dan Jepang. Bahkan sampai di Bulgaria.
Sementara virus yang menyebar di Indonesia, berdasarkan dari kajian kekerabatan yang kami lakukan tampak bahwa varian 2.3.2 punya kedekatan dengan virus sejenis dari Qinghai, Rusia, Mongolia, India dan Vietnam. Virus ini juga merupakan kerabat jauh dengan virus yang berasal dari Hongkong.
Bagaimana karakter virus clade 2.3.2 berdasarkan hasil penelitian?
Dari penelitian Balitvet Balitbang Kementan, gen virus AI clade 2.3.2 ini tidak sama dengan virus AI yang ada di Indonesia selama ini. Sebab bagaimanapun, pola mutasi virus influenza punya tata aturan alamiah. Jadi, kemungkinan besar, virus ini bukan merupakan hasil mutasi clade sebelumnya, namun merupakan introduksi virus yang biasa menyerang burung migrasi.
Penelitian kami menemukan virus AI clade 2.3.2 ini tidak hanya menginfeksi itik, tapi juga ditemukan di lingkungan pasar tradisional di Jawa Timur pada mesin pencabut bulu. Jadi virus ini beresiko menyebar dan menginfeksi ke unggas lainnya dan manusia.
Bagaimana penanganan agar virus ini tidak menyebar ke masyarakat?
Ini kesulitannya. Dengan ditemukannya virus ini di lingkungan pasar, pasti resiko terinfeksi untuk manusia dan unggas sangat besar. Hingga kini, daerah penyebaran virus AI clade 2.3.2 di Indonesia sudah merebak di 9 provinsi. Yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Lampung, Riau, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Kami berharap, penyebaran virus ini jangan sampai ke Bali, karena di provinsi Bali, masyarakatnya paling banyak mengkonsumsi itik.
Menurut Anda, virus clade yang mana yang lebih berbahaya?
Kedua virus jenis ini sama-sama berbahaya. Clade adalah kelompok gen. Jadi keganasannya sama dengan virus H5N1 lainnya. Bedanya, virus clade 2.3.2 di Indonesia belum menyerang manusia hingga meninggal, seperti di Hongkong dan Vietnam. Namun pada itik, virus ini menunjukan gejala yang sama dengan identifikasi virus H5N1 lainnya. Yaitu gejala tertikolis yang terjadi pada semua itik. Jadi jangan pernah membedakan virus tersebut dengan memperlakukan 2.1.3 lebih istimewa dari 2.3.2.
Bagaimana cara kerja virus ini hingga menular pada manusia?
Penularannya pada manusia bisa terjadi pada saat preparasi, mulai dari memotong hingga membersikan unggas tersebut. Virus ini seperti virus-virus berbahaya lainnya, yaitu menyerang melalui saluran pernapasan. Virus ini juga mudah mati, misalnya dengan deterjen dan desinfektan. Walau begitu, kita juga harus waspada, karena menularannya tergantung dari kekebalan tubuh manusia itu sendiri.
Menurut Anda, bagaimana sebaiknya mengantisipasi penyebaran virus ini?
Dalam kasus ini, sebenarnya tidak perlu penanganan khusus bagi itik atau ayam yang terserang virus AI clade 2.3.2. Cara penanganannya sama dengan virus AI sebelumnya. Yaitu dengan 8 strategi pengendalian AI (Biosecurity, Vaksinasi, Depopulasi, Pengawasan Lalu lintas unggas sampai mencegah bebek lintas daerah lain. Surveilans, Restrukturisasi perunggasan, Public Awareness dan Peraturan Perundangan).
Sebab, virus ini bisa bertahan di air sawah atau kolam dengan suhu 25-32 derajat celsius selama 1 pekan. Bahkan, virus ini juga bisa menular pada ayam komersil dan unggas lainnya. Jadi kewaspadaan terhadap penularan pada manusia harus tetap ditingkatkan karena virus H5N1 adalah virus zoonosis (dari hewan ke manusia).
Apa yang harus dilakukan untuk mengurangi resiko terinfeksi pada manusia?
Untuk mengurangi risiko pada manusia di Indonesia perlu dilakukan pembentengan pada tubuh mereka. Kita tidak bisa hanya pasif menunggu korban jatuh baru bertindak. Hal ini mengingat kecepatan dan sifat infeksi virus 2.1.3 dan juga oleh pola kehidupan masyarakat Indonesia selama ini yang tidak bisa dihindarkan dari kedekatan hidup dengan hewan. Perlu waktu untuk mengubah kebiasaan hidup rumah tangga jauh dari hewan secara simultan. Karena virus ini hampir 10 tahun berada di Indonesia, sudah cukup banyak program komunikasi, informasi, dan edukasi yang telah dilaksanakan. Namun, perubahan pola kehidupan masyarakat belum terlihat secara nyata. Karena itu, program vaksinasi pada manusia dengan menggunakan seed virus varian 2.1.3 sebagai pembentengan diri menjadi kebutuhan yang mendesak.
Lalu, bagaimana dengan vaksin AI clade 2.3.2?
Terus terang, hingga saat ini kami belum meneliti sehingga belum menemukan vaksin untuk varian tersebut. Tapi kami akan melakukan pengujian terhadap vaksin yang sudah ada dan beredar di masyarakat mengenai seperti apa protektivitasnya karena hampir 91 persen memiliki kemiripan dengan virus H5N1 lainnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved