Perajin tempe di sentra industri kecil, di Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Banyumas, Jawa Tengah, mengeluhkan melonjaknya harga kedelai impor. Bahan baku utama tempe itu, kini seharga Rp6.300 per kilogram, dari sebelumnya hanya Rp5.500 per kg.
Seorang pedagang, Koharudin, yang ditemui Kamis (13/01) menceritakan, dengan kenaikan harga kedelai impor itu, jelas akan membengkakkan biaya produksi. Repotnya, Kohar dan teman-temannya tak berani menaikkan harga, karena takut ditinggalkan konsumen, yang tak mengerti gejolak harga itu.
Sejauh ini, para perajin belum tahu pasti penyebab naiknya harga kedelai impor dari Amerika Serikat (AS) tersebut. Mereka hanya berharap pemerintah turun tangan, untuk menolong pengusaha kecil , yang bermodal pas-pasan itu.
Untuk sementara yang bisa dilakukan dalam menyiasati keadaan, sebagian besar perajin tempe mengurangi konsumsi mereka. Sejak beberapa hati lalu, permintaan kedelai tidak terlalu banyak, hanya turun sekitar 5-10% dari rata-rata harian penjualan 1,5 ton kedelai. Perajin mengantisipasi kenaikan kedelai dengan mengurangi ukuran tempe.
Untuk memproduksi 900 tempe, pedagang membutuhkan bahan kedelai sekitar 80 kg. Dengan kenaikan harga tersebut, ada tambahan pengeluaran Rp56 ribu per hari. Itu artinya, pendapatan mereka menjadi turun, karena untuk sementara ini, mereka berpantang menaikkan harga di tingkat konsumen.
Dari hitung-hitungan kasar, kenaikan harga kedelai impor itu membuat pendapatan pengrajin tempa berkurang sampai 50 persen. Kini, dengan harga kedelai Rp6.300, pendapatan mereka tinggal Rp100 ribu per hari. Sebelumnya, bisa sampai Rp200 ribu.
Kepada pers, Kamis, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Banyumas Purwadi Santosa mengungkapkan kenaikan harga kedelai itu akibat terlambatnya pasokan. Repotnya, ia belum mengetahui kapan pasokan normal kembali.
© Copyright 2024, All Rights Reserved