Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, tidak memiliki rekaman percakapan hasil penyadapan terkait kriminalisasi yang dialami Wakil Ketua nonaktif Bambang Widjojanto. Pernyataan itu disampaikan Biro Hukum KPK menjawab permintaan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) agar bukti kriminalisasi, sebagaimana yang diungkapkan penyidik KPK saat bersaksi dihadirkan ke persidangan.
"Perihal surat tanggal 5 Juni 2015 yang meminta kepada MK agar KPK menyampaikan bukti kriminalisasi. Kami tidak mengerti bukti rekaman yang dimohonkan pemohon. Sesuai pasal 12 (1) UU KPK, kami hanya berwenang melakukan penyadapan terkait kasus tindak pidana korupsi," ujar Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (30/06).
Sebelumnya panel hakim MK meminta agar KPK dapat menghadirkan rekaman hasil penyadapan kriminalisasi sebagaimana kesaksian penyidik KPK Novel Baswedan. Permintaan itu juga pernah disampaikan kepada BW, namun ia meminta hakim MK untuk meminta kepada pimpinan KPK aktif.
Di dalam sidang pengujian materiil undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK itu, Rasamala mengaku pimpinan KPK tidak pernah memerintahkan melakukan penyadapan selain hal tindak pidana korupsi. Apabila memang terdapat rekaman kriminalisasi, hal itu bukan dilakukan oleh KPK melainkan oleh orang per orang.
"Bahwa ada rekaman intimidasi, itu dilakukan orang per orang, dan harus diminta kepada orang tersebut dan bukan kepada KPK," ujar Rasamala.
Lantaran tidak dapat menunjukkan bukti, Ketua Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta pihak terkait untuk memberikan bukti tambahan. "Kesimpulan, bukti tambahan paling lambat diserahkan Rabu 8 Juli 2015," tegasnya.
Namun, kuasa hukum KPK Asfina Wati meminta waktu lebih untuk memberikan tambahan bukti. Menurutnya bahwa sudah ada bukti ke Komnas HAM dan Presiden terkait intimidasi kepada pekerja KPK. "Pasal norma yang kami uji itu telah jadi dasar mengkriminalkan pimpinan KPK," terangnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved