Mahkamah Agung (MA) memvonis Mantan Direktur Utama PT Jamsostek, Ahmad Djunaidi, delapan tahun penjara. Selain itu putusan tingkat kasasi ini juga menjatuhkan pidana tambahan berupa denda Rp500 juta subsider satu tahun penjara. Namun kewajiban Djunaidi untuk membayar kerugian negara sebesar Rp66,625 miliar dihapuskan MA.
Ketua Majelis Hakim Iskandar Kamil, di Gedung MA, Jakarta, Kamis (8/2), menjelaskan bahwa putusan kasasi yang dikeluarkan MA itu memperkuat vonis Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang juga memvonis Djunaidi delapan tahun penjara.
Putusan tersebut diambil dalam rapat musyawarah majelis hakim yang diketuai oleh Iskandar Kamil dan beranggotakan Rehngena Purba serta Artidjo Alkostar, pada Selasa, 6 Februari 2007.
Seperti diketahui, pada putusan pengadilan tingkat pertama, Djunaidi divonis delapan tahun penjara dan membayar denda Rp200 juta. Selain itu Djunaidi diwajibkan membayar pengganti kerugian negara senilai Rp66,625 miliar secara tanggung renteng dengan mantan Direktur Investasi PT Jamsostek, Andy Rahman.
Tak terima akan putusan tersebut, Djunaidi kemudian mengajukan banding. PT DKI Jakarta kemudian memperkuat putusan PN Jakarta Selatan dengan menjatuhkan vonis delapan tahun penjara. Namun, PT DKI Jakarta menghilangkan kewajiban membayar kerugian negara sebesar Rp66,625 miliar.
Iskandar mengatakan, MA sepakat dengan keputusan PT DKI Jakarta yang menghilangkan kewajiban Djunaidi untuk membayar kerugian negara. Sesuai dengan pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, lanjutnya, uang pengganti harus dibayar sejumlah nilai yang terbukti dikorupsi oleh terdakwa.
"Dalam hal ini, terdakwa tidak terbukti menerima aliran dana dari kerugian negara yang didakwakan kepadanya, sehingga tidak ada hukuman ganti rugi untuk dia," jelas Iskandar.
Namun, MA memperberat hukuman denda yang harus dibayar oleh Djunaidi. Jika pada tingkat pertama dan banding Djunaidi diharuskan membayar denda Rp200 juta, maka pada tingkat kasasi ia diharuskan membayar Rp500 juta.
Iskandar menjelaskan, MA sepakat dengan pertimbangan hukum di tingkat banding sehingga mengambilalih pertimbangan hukum PT DKI Jakarta. Djunaidi, menurut Iskandar , terbukti tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam proses investasi dan tidak melakukan uji kelayakan terhadap empat perusahaan yang menjual surat utang.
Kasus tersebut berawal pada 2001, ketika Djunaidi sebagai Dirut PT Jamsostek menyetujui pembelian surat utang jangka menengah ({medium term notes}) senilai Rp311 miliar.
Pembelian surat itu muncul atas penawaran dari PT Dahana sebesar Rp97,8 miliar, PT Sapta Pranajaya Rp100 miliar, PT Surya Indo Pradana Rp80 miliar, dan PT Volgren Rp33,2 miliar. Di kemudian hari, pembayaran surat utang itu ternyata macet dan menimbulkan kerugian bagi PT Jamsostek. Ahmad djunaidi ditahan di Rutan Mabes Polri sejak 11 Juli 2006.
© Copyright 2024, All Rights Reserved