Kebutuhan peta skala 1:5000 meningkat tajam seiring banyaknya kabupaten/kota yang menerapkan tata kelola wilayah. Untuk mempercepat penyediaan peta skala besar tersebut, Badan Informasi Geospasial (BIG) memanfaatkan citra satelit resolusi tinggi dengan melibatkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Kepala BIG, Hasanuddin Z. Abidin mengatakan, peta skala besar itu dibutuhkan untuk rencana detail tata ruang, pemetaan desa dan reforma agraria. Permintaan peta skala 1:5000 sangat cepat, hampir semua daerah kini membutuhkan. Tetapi baru 1 persen daerah yang memilikinya.
"Kami masih perlu terobosan untuk mencapai kebutuhan peta skala besar itu. Tahun depan ditargetkan rampung 100 persen untuk tata ruang," katanya di sela-sela Launching Hari Informasi Geospasial 2017 bertema Kemandirian Geospasial untuk Kedaulatan Bangsa dan Negara, di kantor BIG, Cibinong, Bogor, Jumat (08/09).
Untuk memenuhi permintaan skala 1:5000 tersebut, lanjutnya, tentu pihaknya tidak bisa melakukan sendiri, mengingat biayanya memang cukup mahal. Karena itu disarankan selain dari APBN, penyusunan peta skala 1:5000 perlu melibatkan swasta dan pemerintah daerah serta pihak ketiga.
"Kalau dari kami sendiri tidak bisa cepat. Sehingga perlu terobosan agar kebutuhan peta 1:5000 bisa segera terpenuhi. Salah satu solusi yang kini kami lakukan adalah penggunaan citra satelit resolusi sangat tinggi yang pengadaannya dilakukan oleh LAPAN," ungkapnya.
Menurutnya, dengan satelit ini, maka penyusunan peta skala 1:5000 bisa dipercepat. Meski yang membuat peta skala 1:5000 adalah LAPAN melalui bantuan satelit resolusi sangat tinggi, tetapi pihaknya tetap yang menegakkan secara geometrik tetap. Sehingga ada standar yang sama dalam penyusunan skala. Maka, Indonesia pun didorong memiliki kemandirian di bidang geospasial.
"Aturan pelaksanaan informasi geospasial ini mengacu pada UU Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial. Kami akan fokus pada bagaimana mendorong agar produk-produk informasi geospasial termanfaatkan dengan baik. Sebab, jika produksi informasi geospasial tidak bisa dimanfaatkan atau tidak dimanfaatkan, tentu akan menjadi pekerjaan yang percuma," tegasnya.
Oleh sebab itu, katanya lagi, Indonesia harus mandiri, baik secara teknis, sumber daya, peraturan perundangan, kelembagaan maupun standarnya. Jika nanti, Indonesia sudah berhasil menyusun produk peta dengan sempurna baik skala kecil maupun besar, lalu dipublikasikan melalui portal geometrik, maka sesungguhnya tidak perlu lagi peta google.
"Karena peta yang kami susun tentu lebih sempurna, lebih detail dan lebih sesuai dengan kebutuhan. Sehingga diharapkan, kemandirian dan hadirnya Ina Geoportal bisa menjadi acuan dalam pemetaan Indonesia. Sebabnya, produk lain seperti Google Map bukanlah produk peta melainkan hanya potret udara yang kedalaman objeknya bisa bergeser beberapa puluh meter," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved