Bank Indonesia menyatakan, jumlah cadangan devisa hingga akhir April 2018 masih mencukupi untuk menahan gejolak nilai tukar. Rupiah tertekan arus modal keluar yang cukup kencang dipicu sentimen dari dinamika perekonomian Amerika Serikat.
Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan, Indonesia tidak panik. BI masih punya devisa yang cukup untuk jaga ekonomi.
Pernyataan itu disampaikan Agus di sela Festival Ekonomi Syariah Regional, Semarang, Rabu (02/05), merespons kembali melemahnya nilai tukar rupiah pada Senin ini.
Kurs refrensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) yang diumumkan BI menyebutkan nilai tukar rupiah sebesar Rp13.936 per dolar AS atau menunjukkan pelemahan 59 poin dibanding Jumat yang sebesar Rp13.877 per dolar AS.
Rupiah melemah awal pekan ini karena pelaku pasar berkeyakinan inflasi di Amerika Serikat akan meningkat pada beberapa bulan mendatang. Pasalnya biaya bahan baku di negara Paman Sam meningkat dan juga beberapa indikator inflasi di AS menunjukkan laju inflasi semakin mendekati target Bank Sentral Federal Reserve di 2,0 persen.
Adapun hingga akhir Maret 2018, cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 126 miliar atau turun US$2,06 miliar dari jumlah di Februari 2018. Salah satu penyebab penurunan devisa itu untuk stabilisasi nilai tukar rupiah di pasar.
BI akan mengumumkan cadangan devisa April 2018 pada 8 Mei 2018. Selain devisa yang mencukupi, Agus mengatakan BI juga sedang memperkuat kerja sama dengan sesama kolega Bank Sentral di negara-negara lain untuk memperkuat ketahanan lapis kedua perekonomian (second line of defense) agar menjamin ketersediaan likuiditas valuta asing.
Saat ini BI memiliki second line of defense dalam bentuk kemitraan bilateral untuk menjaga likuiditas valas melalui swap atau billateral currency swap agreement (BCSA) dan juga dalam cakupan mutilateral seperti "Chiang Mai Initiative Multilateralisation". ”Kita juga punya hubungan dengan bank - bank sehtral mitra kerja kita untuk sama sama menjaga likuiditas," terang dia.
Agus menekankan arah kebijakan moneter BI saat ini adalah membuka peluang untuk penyesuaian suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate jika tekanan terhadap rupiah terus berlanjut serta berpotensi menghambat pencapaian sasaran inflasi dan menganggu stabilitas sistem keuangan.
"Rupiah memang ada tekanan di dua pekan terakhir karena tekanan ekonomi eskternal. Pelemahan rupiah 0,88 persen sejak 1 hingga 26 April 2018 (month to date/mtd). Negara-negara lain melemah lebih dalam dari itu," tandas Agus.
© Copyright 2024, All Rights Reserved