Dalam putusan yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terhadap mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, 2 anggota Majelis Hakim menyampaikan dissenting opinion.
Hakim anggota Slamet Subagio dan Joko Subagio menyatakan memiliki pendapat berbeda terkait dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Anas.
Slamet menyatakan, KPK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penuntutan TPPU sebagaimana terangkum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
"Pertimbangan yuridis dan hukum formil adalah UU Nomor 8 Tahun 2010 tidak adanya kewenangan penuntutan dan penyidikan KPK dalam TPPU," sebut Slamet dalam pertimbangan putusan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/09) malam.
Atas dasar itu, Slamet berpendapat, tidak relevan jika Anas dijerat dengan pasal TPPU. Tuntutan JPU dalam dakwaannya juga dianggap tidak memiliki landasan yuridis formil.
Hal ini ditambah keterangan saksi ahli yang menyebutkan bila terdakwa menerima uang, namun tidak bisa dibuktikan apakah itu hasil kejahatan atau tidak maka tidak bisa dijerat. "Selebihnya dissenting opinion ini diserahkan pada hakim ketua majelis," tuturnya.
Hakim anggota lainnya, Joko Subagio juga berpendapat senada. Namun, kedua hakim ini menyerahkan keputusan akhir kepada hakim ketua, Haswandi.
Sebelumnya, JPU mendakwa dan menuntut Anas selama 15 tahun penjara oleh Jaksa dengan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan atas kasus dugaan penerimaan gratifikasi proyek pembangunan sport center di Bukit Hambalang, dan proyek lainnya serta TPPU. Jaksa juga mengajukan tuntutan uang pengganti Rp94 miliar dan US$5,2 juta dan jika tidak membayar maka hartanya akan disita. Kemudian, Anas juga dituntut berupa pencabutan hak politiknya dan pencabutan izin usaha pertambangan atas nama PT Arina Kotajaya.
Dalam vonisnya, majelis hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dengan denda sebesar Rp300 juta. Apabila tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama 3 bulan.
Anas juga dihukum membayar uang pengganti kerugian negara yang jumlahnya yang diperoleh dari tindak pidana korupsi sebesar Rp57.5 miliar dan US$5,2. Hakim mencabut izin usaha pertambangan atas nama PT Arina Kotajaya. Namun, hakim tidak mencabut hak politik Anas.
© Copyright 2024, All Rights Reserved