Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mensinyalir, banyak perusahaan tambang yang tidak diketahui siapa pemiliknya. Mereka pun tidak terdaftar dan membayar pajak. Utang pajak mereka utang terhadap negara mencapai Rp 23 trilliun.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi ”Beneficial Ownership Transparency” yang digelar di Jakarta.”24 persen perusahaan pertambangan tidak punya tax file number. Mereka utang pada negara sekitar Rp 23 triliun, dan kita tidak tahu sama sekali siapa yang punya perusahaan-perusahaan ini," ujar Laode.
Acara itu dihadiri Presiden dan CEO Natural Resources Governance Institute (NRGI) Daniel Kaufmann, Menteri ESDM Ignasisus Jonan, staf ahli Menteri Keuangan Suryo Utomo, dan staf ahli Kepresidenan Deputi 2 Yanuar Nugroho.
Setelah bocornya beberapa nama pejabat dan pengusaha Indonesia dalam Panama Papers pada 2016, Indonesia bersama Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) mencanangkan target keterbukaan identitas kepemilikian atau beneficial ownership (BO) di industri pertambangan. Target ini merupakan sebuah langkah kompleks yang tidak bisa selesai dalam waktu singkat.
“Saya rasa tidak perlu roadmap-roadmap BO lagi ya, karena sebenarnya kita telah usahakan. Tinggal praktiknya saja bagimana dijalankan. Kalau bikin roadmap lagi lama lagi," ujar Menteri ESDM Ignasisus Jonan.
Sementara, Staf Ahli Kepresidenan Deputi 2 Yanuar Nugroho menyatakan bahwa permasalahan ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengandalkan pemerintah. Harus ada kerjasama yang baik dengan instansi-instansi lain yang dapat melakukan pengawasan.
“Kita jangan lagi hanya mengandalkan pemerintah untuk menangani persoalan kepemilikan tambang ini. Tapi harus dengan bekerja sama dengan instansi-instansi lain seperti KPK ini," ujar Yanuar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved