Ketua DPR Agung Laksono mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, dan Kejaksaan untuk lebih proaktif menyelidiki kasus pencairan dana Tommy Soeharto di BNP Paribas London, yang di dalamnya disebut-sebut melibatkan nama Menteri Hukum dan HAM (Menhukham) Hamid Awaludin dan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra.
"Aparat penegak hukum harus proaktif menyelidiki kasus itu dan mengamati perkembangannya," kata Agung, Kamis (19/4).
Menurut Agung, Hamid diduga telah mempergunakan surat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menjamin pencairan dana tersebut. "Penyelidikan itu harus dilakukan tanpa tebang pilih," katanya.
Sementara itu, Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki mengemukakan, KPK masih mencari informasi dan data tambahan guna menindaklanjuti kasus Hamid tersebut. "Sementara ini belum ada data baru," katanya.
Atas desakan Ketua DPR tersebut, Ruki mengatakan pihaknya masih mengumpulkan alat bukti. "Kami akan melangkah kalau sudah yakin alat bukti karena kami tidak boleh menghentikan penyidikan. Kasus ini masih dalam penyidikan sehingga kami belum bisa mengemukakan siapa tersangkanya," katanya.
Mengenai pembukaan rekening yang dilakukan menteri terkait dana milik Tommy Soeharto di BNP Paribas London (Inggris), Ruki mengemukakan masih ada perdebatan publik apakah dengan membuka rekening itu maka secara otomatis uang itu menjadi milik negara.
"Prof Arifin mengatakan bahwa kalau uang itu masuk rekening pemerintah, maka otomatis menjadi uang negara. Saya tanya kepada pihak punya otoritas mengelola keuangan negara di Departemen Keuangan mengatakan tidak otomatis," katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan juga mengaku bahwa saat ini hampir semua fraksi di DPR sepakat membentuk panitia kerja (panja). "Saya optimistis awal masa sidang mendatang (dimulai 7 Mei, Red), panja ini bisa langsung terbentuk," katanya.
Menurut Trimedya, anggota komisi III kesal melihat sikap kejaksaan, KPK, dan kepolisian yang terkesan membiarkan kasus itu berlarut-larut. Apalagi, Selain menjadi polemik publik yang luas, ujar Trimedya, kasus dana Tommy itu menyangkut buruknya pemberantasan korupsi di Indonesia. "Kesan tebang pilih semakin kentara. Kalau kasus korupsi kecil di daerah dibuka habis-habisan, tapi yang besar malah disepelekan," katanya.
Di tempat terpisah, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution mengatakan, aparat hukum dapat memulai kasus itu dari aturan anti-{money laundering} (pencucian uang) dan prinsip {Know Your Customer} (KYC) pada perbankan.
Karena itu, Anwar meminta aparat hukum tidak menunggu pendapat atau pun hasil audit BPK untuk mulai menyidik kasus rekening Tommy Suharto.
"Apanya yang perlu diaudit? Semuanya sudah jelas. Ada bank tempat pembukaan rekening. Ada yang buka rekening. Ini saja ditanyakan," kata Anwar usai peluncuran Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) di kantornya kemarin. Namun, dia tidak berani memastikan apakah pembukaan rekening tersebut termasuk money laundering. "Itu wewenang PPATK," ujarnya.
Anwar memastikan, segala pembukaan rekening keuangan negara juga mesti mendapat persetujuan menteri keuangan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved