Wakil Presiden (Wapres) Boediono meminta agar latihan kesiapsiagaan menghadapi bencana diadakan rutin secara berkala untuk membiasakan masyarakat terhadap ancaman bencana yang senantiasa melanda nusantara. Latihan seperti ini sangat penting agar masyarakat siap ketika suatu saat bencana tersebut datang.
Hal tersebut disampaikan Boediono saat meninjau Mentawai Megathrust Direx 2014 Exercise di Kota Padang, Sumatera Barat, Jumat (21/03). Sekitar 26 negara meramaikan latihan kesiapsiagaan menghadapi bencana yang berlangsung 17 hingga 23 Maret 2014 ini.
"Latihan sangat perlu diadakan, apakah satu tahun sekali atau berapa kali silahkan ditentukan. Tapi latihan seperti ini sangat penting agar masyarakat siap ketika suatu saat bencana tersebut datang,” ujar Boediono.
Wapres meminta agar pemerintah daerah memiliki kemampuan yang maksimal dalam menanggapi bencana yang terjadi. Ia mengakui, latihan menuntut biaya dan waktu, namun itu semua adalah untuk mengingatkan setiap saat bahwa masyarakat Indonesia hidup di alam yang rentan dengan bencana.
Wapres juga meminta agar kesiapsiagaan tersebut juga tercermin dengan mengadaptasikannya ke tata ruang wilayah. Pemerintah daerah perlu memindahkan secara bertahap apa-apa yang penting. "Jadi kalau bisa diintegrasikan dalam rencana tata ruang, yang terbuka; rambu-rambu harus dipasang di daerah yang berbahaya, kalau suatu pihak ingin memperoleh izin baru diingatkan ini daerah mera, maka itu artinya, kita mampu mengintegrasikan ilmu dengan situasi yang ada,” ucap Wapres.
Sekedar informasi, penyelenggaraan MMD 2014 berawal dari penelitian para ahli tentang megathrust Mentawai, yang memerlukan upaya-upaya kesiapsiagaan untuk mengurangi risiko di Sumatera Barat. Selain itu juga terdapat kajian lapangan pasca gempa bumi Aceh sebesar 8.5 skala Richter pada 11 April 2012 untuk pembuatan Master Plan PRB Tsunami.
Sasaran penyelenggaraan MMD ini adalah meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan melalui information sharing, meningkatkan kapasitas dan kerjasama kemitraan internasional, terujinya prosedur penerimaan bantuan asing (sipil dan militer) dan terujinya keterpaduan operasional antara sistem komando tanggap darurat dengan sistem/prosedur negara-negara lain.
Skenario yang digelar adalah terjadinya gempabumi 8.9 SR di wilayah Mentawai, Sumatera Barat yang diikuti tsunami besar, dimana terdapat kerentanan kondisi topografik, fasilitas dan infrastruktur terbatas untuk evakuasi.
Wilayah Sumatera Barat ini sangat beresiko karena sekitar 1.2 juta orang yang tinggal di provinsi ini, separuh diantaranya berada di Kota Padang.
Dalam skenario tersebut dilukiskan bahwa warga di Pulau Mentawai hanya memiliki waktu 7-10 menit untuk menghindari bibir pantai. Sedang warga Kota Padang mempunyai waktu 20-35 menit menghadapi ancaman gelombang tsunami setinggi 6-10 meter ke arah daratan sejauh 2-5 km.
“Masyarakat menanggapi latihan ini seolah-olah akan terjadi besok, tapi kami terus menerus mengkomunikasikan bahwa kita tidak tahu kapan ini akan terjadi namun kita harus selalu siap setiap saat,” kata Kepala BNPB Syamsul Maarif.
Sejak pertama kali dilaksanakan pada 2009, sudah 26 negara terlibat dalam penyelenggaraan latihan ini, termasuk dari Uni Eropa. Kerjasama penyelenggaraan MMD ini melibatkan BNPB, Badan SAR Nasional (Basarnas), TNI dan Polri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Sosial dan berbagai instansi lain.
Usai kunjungan ke Posko Pengendalian Bencana, Wapres dan rombongan menuju Pantai Purus, Kota Padang untuk menyaksikan demonstrasi dan peragaan kegiatan skenario terjadinya tsunami. Mulai dari demo ratusan pengunjung pantai yang mendadak dikagetkan oleh pengumuman terjadinya tsunami.
Simulasi ini diikuti foto udara, kehadiran 10 penerjun payung untuk membuka jalur komunikasi, dropping logistik dari udara, operasi Search and Rescue yang melibatkan kapal-kapal kecil dan helikopter, hingga fly pass helikopter milik Basarnas, BNPB dan TNI semuanya demi menunjukkan kesiapsiagaan menghadapi bencana.
© Copyright 2024, All Rights Reserved