Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya meningkatkan produksi padi untuk pemenuhan kebutuhan pangan menuju swasembada dengan berbagai terobosan. Salah satunya dengan teknologi Jajar Legowo (Jarwo) Super yang merupakan implementasi teknologi budidaya padi hasil dari inovasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan).
"Teknologi Jajar Legowo sudah terbukti melalui kegiatan demontrasi area (dem- area) seluas 50 hektar (ha) di Indramayu mampu mendongkrak produktivitas padi dari rata-rata Jarwo biasa ditingkat petani melalui teknologi Jarwo Super," kata kepala Balitbangtan, M. Syakir kepada politikindonesia.com di Kantornya, Jakarta, Senin (18/04).
Menurutnya, dengan teknologi Jarwo Super telah terbukti meningkatakan hasil produktivitas padi hingga 90 persen. Implementasi pengembangann model ini dilakukan dalam bentuk dem-area dengan tujuan untuk memverifikasi keunggulan inovasi yang diterapkan, juga sebagai wahana diseminasi kepada calon pengguna khususnya petani.
"Dengan menggunakan bibit hibryda produksi di 50 hektar lahan sebagai pilot project di Indramayu meningkat meningkat menjadi 14,7 ton per ha dari sebelumnya hanya 7 ton. Produksinya juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas rata-rata petani di luar dem-area," ujarnya.
Selain produksi lanjutnya, usaha tani teknologi Jarwo super menunjukan bahwa biaya penerapan teknologi ini relatif lebih murah, hanya sekitar Rp8.365.500/ ha. Bahkan, teknologi Jarwo Super ini mampu memberikan nilai keuntungan yang signifikant yaitu sekitar 151,3 persen atau Rp44.140.940/ ha dibanding dengan penerapan jajar legowo oleh petani di luar dem-area yang hanya mendapat keuntugan sebesar Rp17.568.333/ ha.
"Ratio penerapan teknologi Jarwo super adalah sebesar 5,28. Sedangkan penerapan Jarwo biasa oleh petani di luar dem-area hanya sebesar 2,05. Hasil analisis usaha tani ini menunjukkan bahwa teknologi Jarwo Super sangat layak untuk dikembangkan di Indonesia. Karena mampu memperoleh produksi sekitar 10 ton gabah kering giling (GKG)/ ha per musim tanam," paparnya.
Dijelaskan, pihaknya pun sedang berencana mengembangkan teknologi Jarwo Supet ini di 11 provinsi pada lahan seluas total 300 ha. Para petani pun akan diberikan bantuan benih. Sementara itu, lahan yang dipergunakan nantinya lahan sawah yang beririgasi teknis sehingga diharapkan mampu meningkatkan indeks pertanaman.
"Bila teknologi Jarwo Super diterapkan oleh petani sebanyak 20 persen dari luas sawah irigasi yang ada di Indonesia, maks sekitar 4,8 juta ha yaitu 960 ribu ha. Sehingga produksi nasional akan bertambah sekitar 3,84 juta ton GKG per musim tanam. Dalam satu tahun atau dua kali musim tanam, petani akan memperoleh tambahan produksi 7,68 juta ton GKG setara 4,76 juta ton beras," tuturnya.
Syakir menyatakan, teknologi Jajar Legowo Super meliputi varietas unggul baru (VUB) potensi hasil tinggi, biodekomposer secara insitu sebelum pengolahan tanah, pupuk hayati dan pemupukan berimbang, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) menggunakan pestisida nabati dan pestisida anorganik berdasarkan ambang kendali serta alat dan mesin pertanian khususnya transplanter dan combine harvester.
"Berdasarkan hasil panen dem-area diperoleh produktivitas gabah kering panen (GKP) untuk varietas Inpari 30 Ciherang Sub-1 sebesar 13,9 ton per hektare. Untuk varietas Inpari 32 sebanyak 14,4 ton/ha, dan varietas Inpari 33 sebesar 12,4 ton/ha, sedangkan rata-rata produktivitas pertanaman petani di luar demarea dengan varietas Ciherang sebanyak 7 ton/ha," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved