Suwarna Abdul Fatah yang dinonaktifkan sebagai Gubernur Kalimantan Timur melakukan perlawanan balik dengan melaporkan Melalui pengacaranya Sugeng Teguh Santoso, Selasa (13/3) juga melaporkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean dan tiga jaksa penuntut KPK ke Mabes Polri. Tiga JPU KPK yang diadukan Suwarna adalah Wisnu Baroto, Firdaus dan RMS A. Roni.
Laporan tersebut, menurut salah satu pengacara Suwarna, Sugeng Teguh Santoso, tentang pasal dugaan tindak pidana pemalsuan surat/keterangan palsu sebagaimana dimaksud pasal 263 KUHP ayat 1 dan 2 dan pasal 266 KUHP. Surat bernomor PBL/48/III/2007/Siaga-II diterima AKP Pratomo Satia, piket Bareskim Mabes Polri.
Sugeng mengatakan, laporan yang disampaikan ke Mabes Polri memang hanya terkait dugaan terjadinya pemalsuan surat dan penggunaan surat palsu oleh penyidik KPK. Sedangkan dugaan percobaan pemerasan yang dilakukan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) OH Napitupulu terhadap kliennya akan disampaikan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) Jakarta.
“Di Mabes Polri ini kami memang hanya laporkan dugaan pemalsuan dokumen, sedangkan dugaan percobaan pemerasan akan kami laporkan besok (hari ini, Red.) jam 11 di Kejagung. Sebenarnya rencananya hari ini (kemarin, Red.) langsung kami sampaikan, tapi waktunya terlalu mepet karena proses laporan di Mabes cukup lama,” ujar Sugeng kepada wartawan.
Lebih jauh Sugeng juga menyatakan bahwa dugaan pemalsuan surat-surat yang digunakan JPU tersebut terkait kasus penyalahgunaan lahan dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) di Kaltim yang membuat kliennya telah dituntut JPU 7 tahun penjara. Dugaan pemalsuan itu karena OH Napitupulu selaku penyidik KPK menyuruh dan memerintahkan membuat keterangan salinan sesuai aslinya, padahal sebenarnya tidak ada aslinya. “Ini tentulah melanggar hukum,” tegasnya.
Mengenai dilaporkannya Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan karena Tumpak dianggap memerintahkan tindakan penyidikan dan seharusnya mengetahui bahwa tidak ada bukti asli yang dijadikan dasar untuk menjerat kliennya. “Tapi yang bersangkutan tetap memerintahkan perkara ini ke pengadilan (Tipikor, Red.). Jadi dia sama juga melawan hukum,” jelas Sugeng dengan penuh semangat.
[36 Dokumen Dipalsukan?]
Sugeng juga membeberkan dokumen-dokumen yang diduga dipalsukan, di antaranya rekomendasi Gubernur Kaltim Suwarna atas lahan dan perkebunan, dispensasi bank garansi, surat izin prinsip pembukaan lahan, dan surat keputusan hak pengusahaan hutan tanaman perkebunan sementara.
“Jumlahnya ada 36 dokumen, dan itu semua fotokopi dan tidak ada aslinya,” beber Sugeng. Padahal suatu penuntutan di persidangan harus ada aslinya. “Tapi ini tidak ada, dan ini suatu yang tidak betul. Kalau memang ada aslinya, seharusnya penyidik punya kewenangan hukum menyita aslinya ketika melakukan penyidikan. Tapi ini kok tidak muncul,” kata Sugeng lebih jauh.
“Dari awal sebenarnya kami sudah pertanyakan dokumen aslinya. Tapi ketika itu dijawab penyidik bahwa dokumen itu digunakan untuk memeriksa saksi-saksi lain. Kami percaya waktu itu. Ini baru kami ketahui dalam proses peradilan 27 Februari 2007 lalu, ketika majelis hakim meminta dokumen asli, tetapi JPU tidak pernah melihat surat aslinya,” sambung Sugeng.
Fakta lainnya yang diungkap Sugeng adalah bahwa fotokopi sesuai aslinya tersebut dibuat Kepala Biro Ekonomi Pemprov Kaltim Syahrial. “Ternyata dokumen itu tidak ada aslinya. Syahrial yang membuat salinan itu, juga sudah membuat surat penyataan kepada kami bahwa surat salinan itu merupakan permintaan JPU. Syahrial juga menyatakan bahwa sesungguhnya surat yang dibuat sesuai aslinya itu, tidak ada sama sekali, dan tidak ditemukan aslinya. Saya kira ini direkayasa,” ungkap Sugeng tentang dokumen palsu tersebut.
Apa berarti selama ini Suwarna tidak membuat dan menandatangani seluruh dokumen itu? “Nah itulah yang harus didalami dan diselidiki. Yang jelas klien kami menolak bukti fotokopi itu,” ujar Sugeng yang didampingi beberapa anggota tim penasihat hukum dalam laporannya ke Mabes Polri.
[Akui Dokumen Fotokopi]
Ditempat terpisah ketika dikonfirmasi, Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan tuduhan Suwarna tersebut tidak benar. Meski mengakui bahwa dokumen-dokumen untuk menjerat Suwarna berupa fotokopi, namun hal itu tidak bisa disamakan dengan pemalsuan. Pihak KPK, tambahnya, sudah berusaha mencari yang asli, namun banyak dokumen-dokumen itu yang tidak ada versi aslinya.
”Tentunya kami minta dilegalisasi. Menurut kita itu sah, bukan dipalsukan. Apa yang dipalsukan?” ujarnya ketika ditemui di Gedung KPK Veteran, Selasa (13/3). Selain itu menurut Tumpak kasus itu sudah bergulir ke pengadilan, jadi masalahnya bukan lagi pada penyidik. ”Itu ‘kan sudah dilegalisasi, apa yang salah? Kalau hakim tidak sependapat (dengan KPK, Red.), ya sah-sah saja,” ujar Tumpak kalem.
Soal dirinya yang turut dilaporkan Suwarna, Tumpak menilai hal itu terlalu jauh. ”Oh saya baru dengar (dari wartawan, Red,). Kebetulan dia sudah melapor, biarlah. Kita lihat saja nanti,” kata Tumpak santai.
Tumpak juga menyatakan KPK tak gentar terhadap laporan Suwarna itu. KPK menurut Tumpak sudah mencukupi dua alat bukti, sesuai KUHAP, untuk menjerat Suwarna. Apalagi pembuktian bahwa terdakwa bersalah bukan semata-mata dari barang bukti berupa dokumen tersebut. ”Kan ada keterangan saksi dan ahli. Makanya saya heran kok ada pelaporan itu. Nggak ngerti saya, mungkin akibat ketidaktahuan,” ungkap pria yang biasa disapa Opung itu.
Secara terpisah, Humas KPK Johan Budi mengaku, tidak khawatir sama sekali atas laporan Tim Hukum Gubernur Kaltim non-aktif Suwarna AF yang melibatkan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan mantan Ketua Tim Penyidik OH Napitupulu. Sebab, kata Johan, yang menentukan bahwa dokumen tersebut bisa dijadikan barang bukti atau tidak adalah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menangani kasus Suwarna.
“Semua itu ‘kan pernyataan Suwarna dan tim hukumnya. Sedangkan yang menentukan palsu tidaknya dokumen itu adalah pengadilan. Jadi tunggulah hasil pengadilan,” tegas Johan dengan santai di ruang kerjanya Kantor Pengaduan KPK di Jl Juanda Jakarta, Selasa (13/3).
Johan juga heran, kenapa laporan tersebut baru disampaikan sekarang, padahal kejadiannya sudah satu setengah tahun lalu. Termasuk tudingan dugaan percobaan pemerasan yang disampaikan Suwarna.
“Saya tegaskan kembali dalam penetapan status tersangka dan terdakwa, semua tidak ada kaitannya dengan dugaan pemerasan. Dan perlu diketahui, untuk menetapkan tersangka seseorang, tidak diputuskan oleh satu orang, tetapi melalui rapat seluruh pimpinan KPK. Jadi tidak tergantung dari satu orang. Selain itu, kami juga memiliki alat bukti yang cukup kuat ketika menetapkan seseorang sebagai tersangka,” tegas Johan.
Manurut Johan, sejak kasus ini diangkat ke permukaan pihaknya juga tidak berdiam diri. Dikatakannya, KPK juga melakukan pengawasan internal dengan melakukan pemeriksaan di internal KPK. Hanya, ia mengatakan tidak bisa melakukan pemeriksaan OH Napitupulu dan Djaswardana karena bukan lagi penyidik KPK.
© Copyright 2024, All Rights Reserved