Survey tentang persepsi dan pengalaman masyarakat terhadap fenomena korupsi di Indonesia menemukan fakta bahwa masyarakat meyakini adanya peningkatan kasus korupsi. Survey yang dilakukan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyebutkan bahwa 66,4 persen masyarakat menilai tindakan korupsi saat ini semakin meningkat.
Survey ini digelar CSIS terhadap 3.900 responden di 34 provinsi di Indonesia. Hanya 10,8 responden saja yang meyakini fenomena korupsi menurun. Sedanngkan 21,3 persen lainnya, meyakini tidak mengalami perubahan.
Peneliti CSIS Vidhyandika Perkasa, Selasa (26/06), mengatakan, metode survey yang digunakan CSIS adalah kombinasi dari metode kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif melalui Focus Group Discussion (FGD) di 5 wilayah yaitu Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Timur, Maluku Utara dan Banten.
Berdasarkan klasifikasi kategori masyarakat terbagi menjadi 3 yang ikut FGD yaitu PNS (birokrat), non PNS/masyarakat sipil dan masyarakat umum.
Sedangkan untuk metode kuantitatif, survey dilakukan di 34 provinsi dengan kategori responden berusia 19 tahun ke atas atau yang sudah menikah. Dijelaskan, margin of error dari survey ini sebesar 1,5 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
“Pendapat masyarakat dibanding 2 tahun sebelumnya cenderung meningkat. 66,4 persen responden menyebut meningkat, 10,8 persen menurun, 21,3 persen tidak ada perubahan dan 1,5 persen tidak tahu atau tidak jawab,” ujar Vidhyandika.
Ia menjelaskan, mayoritas responden menganggap adanya peningkatan fenomena korupsi dari maraknya berita-berita kasus korupsi di media massa. “Sebagian besar masyarakat berpandangan bahwa fenomena korupsi semakin meningkat. Umumnya, mereka tahu dari maraknya berita soal korupsi di media massa,” ujarnya.
Meningkatnya fenomena korupsi tersebut disebabkan lemahnya penegakan hukum bagi terpidana korupsi. Sebanyak 50,7 persen responden menilai penegakan hukum belum memberikan efek jera bagi koruptor.
Vidhyandika menyebut, hukuman rata-rata bagi terpidana kasus korupsi hanya 2 tahun. Hal tersebut juga didukung data dari ICW yang menyebut tuntutan jaksa di kasus korupsi cenderung rendah. “Saat responden ditanya penyebabnya, rata-rata mereka menjawab penegakan hukum tidak memberi efek jera,” ujar dia.
Terkait hasil survey tersebut, CSIS meminta pemerintah meningkatkan keseriuasan dalam memberantas tindak pidana korupsi. Pasalnya 32,4 persen responden berpendapat pemerintah belum serius memberantas korupsi.
“Meskipun terdapat 58,5 persen yang mengatakan pemerintah sudah serius dalam upaya memberantas korupsi, Tingkat keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi harus ditingkatkan, mengingat 32,4 persen responden berpendapat pemerintah belum serius memberantas korupsi. Ini angka yang cukup besar,” ujar dia.
Sementara itu Direktur Eksekutif CSIS Philips J. Vermonte menduga faktor budaya setempat juga menentukan sikap masyarakat terhadap korupsi.
Menurutnya, perilaku masyarakat yang suka memberikan sesuatu (seperti barang/uang/hadiah) di luar persyaratan resmi untuk memperlancar urusan di pemerintahan masih menjadi tantangan dalam pemberantasan korupsi.
Apalagi, hampir 30 persen responden masih menganggap wajar pemberian sesuatu tersebut. “Masyarakat yang tinggal di pedesaan cenderung lebih toleran terhadap pemberian sesuatu kepada penyelenggara negara dibandingkan masyarakat yang tinggal di perkotaan,” jelasnya.
Dibandingkan dengan provinsi lainnya, masyarakat di Sumatera Utara cenderung lebih toleran dalam memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara dibandingkan provinsi lainnya, Sebesar 37.7 persen menganggap wajar. Hal tersebut lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 29,1 persen. “Aspek budaya inilah yang membuat seseorang sulit membedakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan,” tutur Philips.
Saat diuji mengenai pengalaman masyarakat berhubungan dengan instansi pemerintahan, dari pengalaman masyarakat menunjukkan sektor kepolisian ditengarai paling rentan terjadi korupsi.
Sebanyak 32,9 persen responden mengaku pernah berhubungan dengan polisi. “59,8 persen dari responden yang pernah berhubungan dengan polisi mengaku pernah diminta memberikan sesuatu (barang/uang/hadiah) dan 36,6 persen pernah memberikan sesuatu secara sukarela,” tuturnya.
Philips menambahkan, tantangan pemberantasan korupsi berada di partai politik dan DPR. Sebesar 80,4 persenresponden berpendapat program pemberantasan korupsi di parpol belum efektif dan menyusul 76,8 persen di DPR.” Kepercayaan terhadap partai juga paling rendah dibandingkan lembaga lainnya. Hanya 22,6 persen responden yang mengaku percaya dengan parpol,” tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved