Pencairan dana milik Hutomo Mandala Putera alias Tommy Soeharto yang melibatkan pejabat Kabinet Indonesia Bersatu terus digugat. Kali ini terkait penyalahgunaan surat {clearance} yang dikeluarkan lembaga antitindak pidana pencucian uang, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Ketua PPATK Yunus Husein mengemukakan, ada penyalahgunaan berupa modifikasi dari surat yang dikeluarkan lembaga yang dipimpinnya. Surat asli yang dikeluarkan PPATK sebenarnya merupakan jawaban standar bahwa yang bersangkutan (Tommy, Red) tidak pernah berkaitan dengan proses tindak pidana pencucian uang.
"Surat itu standar jawaban kami pada instansi lain maupun luar negeri. Selalu menggunakan data base yang ada. Kita bilang tidak ada, titik. Tapi, itu bilang nggak ada dan ditambah-tambahi. Bilang tidak terlibat kasus pidana, tidak terlibat kasus perdata, maupun {money laundering}," ujarnya saat ditemui dalam acara menyambut HUT Ke-5 PPATK di Istana Presiden kemarin.
Dua menteri yang diduga terlibat dalam pencairan dana USD 10 juta (sekitar Rp 91 miliar) milik Tommy dari BNP Paribas London adalah Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin serta Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra.
Surat yang dikeluarkan PPATK tertanggal 12 Mei 2004 (dikirimkan 17 Mei 2004) itu memiliki peran penting dalam pencairan dana putra bungsu mantan Presiden Soeharto tersebut. Surat itu merupakan salah satu syarat yang diminta BNP Paribas.
"Surat saya bisa dipakai begitu karena ditambah-tambahin tadi. Kalau cuma ditambahkan data base saja sebenarnya cukup netral," papar Yunus.
Dia mencontohkan kasus serupa. Dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR dia ditanya mengenai rekening perwira kepolisian. "Komisi III bertanya, ada dua perwira tinggi Polri yang kaya benar, ada nggak Pak laporan? Kita jawab di forum tidak ada. Kalau laporan itu menghubungi dua perwira itu, menurut PPATK tidak ada laporan, itu urusan dia," katanya.
Dalam kasus Tommy, surat yang dikeluarkan PPATK tidak hanya salah tafsir, tapi juga disalahgunakan. "Saya lihat surat saya yang keluar, surat lain yang dibuat. Ada penambahan-penambahan. Jadi, tidak hanya salah tafsir, tapi juga disalahgunakan," tegas Yunus.
Karena itu, PPATK terdorong untuk mengirimkan surat klarifikasi ke instansi terkait. "Kami sudah mengirimkan surat ke instansi (terkait), termasuk pada beliau (Yusril dan Hamid)," ungkap Yunus.
Tapi, sebenarnya bisakah PPATK mengeluarkan surat tersebut? "Begini, BI misalnya mengaudit, dia mau mengenakan sanksi kemudian tanya, apa orang ini sudah dilaporkan oleh banknya, kalau tidak ya tidak, kalau ya ya. Dari negara lain pun sama, permintaan, kalau ada kita jawab iya, kalau tidak kita jawab tidak. Secara etika jika menjawab tertulis, saya kira saya bisa jawab. Bisa juga secara lisan untuk tidak disalahgunakan, tapi itu tidak bertanggung jawab," jelasnya.
Yunus juga menjelaskan bahwa jawaban tidak pada surat yang dikeluarkan PPATK juga memiliki dasar. Sebab, Tommy di mata hukum hanya pernah dipidana masalah pembunuhan.
"Tommy pernah dihukum dalam kasus pembunuhan hakim agung. Untuk kasus lain dia tidak dihukum. Tidak ada yang memidanakan Tommy selain kasus pembunuhan," jelasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved