Alasan penahanan mantan bendahara umum Partai Amanat Nasional (PAN) Tamsil Linrung dan kawan-kawannya oleh pihak kepolisian Philipina hingga kini semakin tak jelas.Di dalam negeri, penahanan tersebut mengundang beragam persepsi dan interpretasi dari berbagai pihak. Setidaknya hubungan Manila dan Jakarta menjadi memanas. Ada skenario titipan dari Jakarta?
Langkah Philipina menahan Tamsil cs, setidaknya disinyalir merupakan order beberapa petinggi di Jakarta. Sementara Tamsil sendiri hingga kini masih bingung dengan kasus yang menimpa dirinya. Sikap kepolisian Philipina yang memberi penjelasan tentang hal itu, justru mengundang interpretasi di dalam negeri, bahwa mereka (Philipina) melakukan tindakan tersebut atas order Jakarta. Dan yang lebih serius menuai implikasi dari peristiwa ini adalah Bandan Intelijen Negara (BIN) yang kini dipimpin Hendropriono.
Hingga kini nasib Tamsil masih terkatung-katung di Manila dan menunggu proses pengadilan. Pihak keluarganya di Jakarta yang diwakili istrinya telah berupaya mendatangi beberapa instansi terkait termasuk Polda Metro Jaya untuk ‘menolong’ sang suami yang kabarnya ke Manila untuk sebuah misi bisnis. Tapi, sejauh ini tampaknya belum menghasilkan sesuatu yang signifikan.
Nasib sial yang menimpa Tamsil Linrung ini pun mendapat perhatian Ketua Umum PAN Amien Rais yang tak kuasa untuk menahan kekesalannya. Sang ketua MPR ini malah menduga ada skenario untuk menghancurkan figurnya sebagai sosok politisi yang lurus dan vokal.
"Saya percaya kepada dialektika sunatullah. Jadi, kalau ini rekayasa dari pihak intelijen Indonesia, nanti akan ketahuan cepat atau lambat. Dan, apakah ini maksudnya untuk menghancurkan citra saya wallahualam, karena saya, insya Allah, termasuk orang yang tenang-tenang saja, ada orang mau menghancurkan atau tidak menghancurkan semua itu kan di tangan Allah," kata Ketua MPR Amien Rais.
Menurut Amien, yang penting, bagaimana pemerintah mengambil tindakan yang tangkas supaya tiga WNI itu segera dilindungi dan dibebaskan oleh polisi Filipina-yang disebut Amien sebagai "ngawur" itu-karena sampai sekarang Filipina tidak bisa menuduh apa pun juga.
"Mula-mula katanya ada bahan peledak di kopornya. Semula tidak ada apa-apa sama sekali. Kemudian ada tuduhan, ada kaitannya dengan Al Qaeda. Tidak bisa dibuktikan sama sekali. Terus, kata Tamsil Linrung lewat temannya yang pakai handphone, sekarang polisi Philipina sedang merancang tuduhan baru. Sedang dicari-cari," ujarnya.
"Jadi, tampak sekali sebuah produk rekayasa. Nah, apakah pihak kita terlibat, wallahualam. Saya tidak punya bukti. Andaikata terlibat juga masuk akal, tetapi saya tidak menuduh siapa. Jadi, biarkanlah ini menggelinding. Nanti akan ketahuan sosok mana saja yang akan kita lihat," tambahnya.
Boleh jadi Amin Rais benar. Apalagi di Jakarta, sejak beberapa waktu lalu, beredar rumor tentang upaya sistematis yang dilakukan pihak tertentu untuk menggoyang tokoh partai yang sedang memegang kendali kekuasaan. Boleh jadi, setelah Akbar Tanjung ‘dikerjain’ melalui kasus Bulog, kini giliran kubu Amien Rais yang jadi sasaran. Sehingga, sampai titik tertentu, melalui beragam kasus, lawan-lawan politik bisa ditaklukkan.
Sinyalamemen ini dibenarkan oleh mantan Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (Bakin) ZA Maulani. Penangkapan tiga warga negara Indonesia (WNI) di Manila (Filipina) bulan lalu oleh aparat keamanan Filipina, kata Maulani, merupakan pesanan dari Jakarta. Modus seperti ini dinilai memang bisa dilakukan antarbadan intelijen jika dianggap cukup otoritatif.
"Itu atas pesanan dari Jakarta untuk melakukan penangkapan terhadap Tamsil Linrung. Itu laporan dari badan keamanan Filipina, jadi bukan tuduhan," ujar Maulani .
Ia menjelaskan, modus seperti ini bisa dilakukan intelijen Indonesia ke intelijen negara lain bila cukup otoritatif. "Kalau itu cukup otoritatif, pihak Filipina bisa melakukan kerja sama. Otoritatif itu artinya atas nama kewenangan dan yang berwenang, tetapi kalau pribadi yang minta, ya tidak dilayani," tuturnya.
Di tempat terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Susilo Bambang Yudhoyono meminta mantan Kabakin ZA Maulani menunjukkan bukti konkret bahwa penahanan tiga WNI (Tamsil Linrung, Agus Dwikarna, dan Abdul Jamal Balfas) di Filipina berdasarkan pesanan dari Indonesia.
“Saya senang kalau pendapat, informasi atau keterangan bahwa penahanan tiga WNI di Filipina dilihat sebagai pesanan Jakarta atau rekayasa pemerintah. Saya menunggu keterangan atau bukti-bukti konkret,” ujar Susilo di Jakarta, Rabu (03/04/2002).
Ia menjelaskan, jangan sampai spekulasi tentang penahanan tiga WNI tersebut berkembang tanpa ada pembuktian yang jelas. “Kalau memang banyak pihak memiliki bukti konkret, keterangan yang sahih bahwa ada seperti itu, kami terbuka, karena sistem kita harus bertanggung jawab kepada publik, kepada konstitusi,” paparnya.
Yudhoyono menegaskan, kalau dari sisi pemerintah sama sekali tidak ada melakukan pemesanan atau rekayasa untuk menahan tiga WNI tersebut. “Yang jelas saya sampaikan bahwa pada tingkat pemerintah, saya pastikan betul tidak ada sama sekali rekayasa atau yang disebut memesan hal-hal itu dilakukan di Filipina. Itu saya rasa sangat tidak etis dan merupakan sebuah penyimpangan dari sistem,” tandasnya.
Dikatakannya, kalau ada yang terbukti melakukan pemesanan atau rekayasa penangkapan tersebut dari Indonesia, harus bertanggung jawab kepada negara, kepada rakyat dan konstitusi. Yudhoyono menambahkan, sampai hari ini pemerintah terus mengupayakan memberikan perlindungan bagi tiga WNI tersebut, diantaranya melakukan komunikasi melalui Kedubes dan pihak kepolisian.
Lantas, bagaimana cara mengungkap skenario Jakarta, seperti yang ditudingkan? Tentu susah mengklarifikasinya. Apalagi jika memang dikerjakan instusi intelijen. {Kan} semua harus tertutup. Kalau terbuka bukan intel namanya. Yang jelas, masyarakat akan kian sering melihat fakta-fakta serupa. Sebab politik tetap dijadikan panglima. Kapan hukum yang jadi panglima? Belum tahu!
© Copyright 2024, All Rights Reserved