Sabililah Ardie, Staf khusus Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmy Faishal Zaini, menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus suap terkait proyek tanggul laut di Biak Numfor. Pengakuan Ardie terkait jabatan serta tugasnya, mengundang sindiran dari majelis hakim.
Ardie bersaksi untuk terdakwa Direktur PT Papua Indah Perkasa, Teddy Renyut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (22/09). Seharusnya ia bersaksi pada persidangan pekan lalu, tapi tidak hadir dengan alasan sakit.
Dalam pengakuannya, Ardie duduk sebagai staf khusus Menteri PDT sejak November 2009. Dalam SK pengangkatan, Ardie bertugas memberi masukan atau saran kepada Helmy khususnya di bidang kerja sama luar negeri.
Ketua Majelis Artha Theresia sedikit penasaran dengan kemampuan Ardie mengingat latar belakang pendidikannya jurusan Informatika bidang bisnis administrasi. Hakim pun menanyakan, apa saja yang dikerjakan Ardie selama ini. “Tugas saya itu lebih banyak siapkan bahan, misalnya seperti brosur atau apa itu..," jawab Ardi.
“Ini kan nasihat saran dan pertimbangan. Bikin brosur termasuk pertimbangan juga. Masuk di mana bikin brosur?" sindir Artha. “Jadi men-transelate bahan-bahan," elak Ardie.
“Kalau gitu, tugas sama yang Anda lakukan nggak nyambung yah," ujar hakim.
Dalam keterangannya, Ardie juga mengaku tidak sekali pun pernah memberikan saran kepada pejabat struktural Kementerian PDT. Tugas lainnya hanya mendampingi Helmy jika bertemu dengan perwakilan dari luar negeri.
Ardie dihadirkan sebagai saksi terkait Direktur PT Papua Indah Perkasa, Teddy Renyut, yang mengaku pernah memberikan uang Rp290 juta ke dia. Uang itu untuk membayar tiket perjalanan rombongan kementerian ke Prancis, Maroko dan Yunani.
Teddy ditangkap KPK pada 26 Juli lalu setelah kedapatan menyerahkan uang SIN$100 ribu untuk Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk. Uang diberikan agar perusahaan Teddy mendapatkan proyek tanggul di Biak yang anggarannya diusulkan melalui APBN-Perubahan oleh Kementerian PDT.
© Copyright 2024, All Rights Reserved