Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membantah pernyataan mantan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto yang menyebut, sejumlah politisi PDIP turut menerima aliran uang e-KTP, termasuk Puan Maharani dan Pramono Anung.
Hasto menyatakan, PDIP bahkan siap diaudit untuk membuktikan kebenaran bahwa mereka-mereka yang disebut itu tidak menerima jatah dari proyek e-KTP.
Pernyataan itu disampaikan Hasto menanggapi keterangan Novanto saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta yang menyebut, Puan Maharani yang saat ini Menteri Koordinator Bidang Pembangunan dan Kebudayaan, Pramono Anung yang kini menjabat Sekretaris Kabinet, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey turut menerima uang dari proyek e-KTP.
“Atas apa yang disebutkan oleh Bapak Setnov, kami pastikan tidak benar, dan kami siap diaudit terkait hal tersebut," kata Hasto dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (22/03).
Hasto mengatakan ada upaya yang mencoba menyeret persoalan e-KTP sebagai bagian tanggung jawab PDIP. Padahal, saat proyek itu bergulir, PDIP bukan bagian dari partai penguasa di pemerintahan. “Kami bukan dalam posisi desainer, kami bukan penguasa," katanya.
Hasto menambahkan, Hal itu ditunjukan dengan absennya PDIP di kursi menteri selama 10 tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Dengan demikian tidak ada posisi politik yang terlalu kuat terkait dengan kebijakan e-KTP sekalipun," ujarnya.
Seperti diketahui, saat diperiksa hakim sebagai terdakwa kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/03), Setya Novanto mengungkap sejumlah nama yang disebutnya turut menerima aliran dana proyek itu.
Novanto mengatakan, politisi PDIP Puan Maharani dan Pramono Anung masing-masing menerima US$500 ribu. Novanto menyebut, uang itu diberikan oleh orang kepercayaannya, Made Oka Masagung.
Novanto mengaku, pemberian uang itu dilaporkan Made Oka dan Andi Agustinus alias Andi Narogong kepadanya saat berkunjung ke kediamannya.
“Oka menyampaikan dia menyerahkan uang ke dewan, saya tanya “wah untuk siapa”. Disebutlah tidak mengurangi rasa hormat, saya minta maaf, waktu itu ada Andi, untuk Puan Maharani 500 ribu dan Pramono 500 ribu dolar," ujar Novanto.
Ketua majelis hakim Yanto meminta Novanto mengulangi pernyataannya untuk menegaskan. “Untuk siapa? Ulangi," ujar hakim Yanto.
“Bu Puan Maharani waktu itu Ketua Fraksi PDIP dan Pramono adalah 500 ribu ini hal-hal," ujar politisi Golkar itu.
Pada bagian lain keterangannya, Novanto juga menyebut deretan anggota DPR lain yang turut menerima aliran uang e-KTP. “Andi Narogong telah menyampaikan beberapa realisasi yang disampaikan pertama memberikan uang ke beberapa orang dewan," ujar daia.
Uang yang berasal dari Andi Narogong itu kemudian dibagikan oleh keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo kepada para anggota DPR.
“Pertama adalah untuk Komisi II (DPR) Pak Chairuman (Harahap) sejumlah 500 ribu dolar dan untuk Ganjar (Pranowo) sudah dipotong oleh Chairuman, dan untuk kepentingan pimpinan banggar sudah sampaikan juga ke Melchias Mekeng 500 ribu dolar, Tamsil Linrung 500 ribu dolar, Olly Dondokambey 500 ribu dolar di antaranya melalui Irvanto," terang Novanto.
Novanto menyebut, pengakuan itu juga sudah disampaikan Irvanto saat menjalani pemeriksaan penyidik KPK pada Rabu (21/03) kemarin. Novanto mengaku ia dikonfrontasi dengan Irvanto oleh penyidik KPK. "Kemarin juga sudah disampaikan waktu dikonfrontir di KPK," ujar Novanto.
© Copyright 2024, All Rights Reserved