Dinamika politik pasca Pilpres lalu nampaknya akan terus memanas seiring belum selesainya kontestasi antara 2 kubu politik secara substansial. Jokowi memang telah bertemu Prabowo, Ical dan petinggi KMP lainnya, namun sangat terasa ada pihak-pihak yang tidak senang jika KMP dan kekuatan penyeimbang di luar pemerintah tetap eksis dan menjadi kuat secara politik.
Kami khawatir akan adanya upaya-upaya main kasar guna melemahkan pihak-pihak yang dianggap berseberangan dengan pemerintah. Dugaan upaya main kasar yang terbaru adalah upaya pelemahan Partai Golkar dengan tidak memberikan izin Munas IX yang akan dilaksanakan di Bali sebagaimana disampaikan oleh Menkopolhukam.
Kami perlu ingatkan Menkopolhukam bahwa sudah hampir dua puluh tahun kita hidup di era reformasi dimana tidak diperlukan izin penguasa bagi parpol untuk melaksanakan kegiatan politkk seperti Munas sebagaimana halnya di masa orde baru dahulu.
Penghapusan perizinan untuk melakukan aktivitas politik sudah lama kita lakukan dengan terbitnya UU Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Jangankan untuk kegiatan seperti Munas yang hanya berupa rapat di ruangan tertutup dan hanya diikuti sedikit orang, kegiatan seperti unjuk rasa yang melibatkan puluhan ribu orang saja tidak perlu izin, hanya perlu pemberitahuan ke kepolisian.
Kekhawatiran timbulnya kerusuhan karena pelaksanaan Munas adalah penghinaan terhadap kecerdasan masyarakat Indonesia yang telah terbiasa berpolitik secara dewasa. Harus digaris-bawahi bahwa pelarangan terhadap aktivitas politik adalah pelanggaran HAM serius dan sekaligus pelanggaran hak konstitusi rakyat.
Sebelumnya Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly juga dapat dianggap main kasar dengan menerbitkan SK Penetapan Pendaftaran Pengurus PPP versi Romahurmuzy hanya satu hari setelah dia dilantik.
Kebijakan Menkumham itu terang-terangan melanggar Pasal 24 UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang berbunyi :
“Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan partai politik , pengesahan perubahan kepengurusan belum dapat dilakukan oleh Menteri sampai perselisihan terselesaikan “.
Ada kekhawatiran kalau Menkumham yang kader PDIP tersebut bersikap demikian karena PPP kubu Romahurmuzy baru saja menyatakan dukungannya pada pemerintah Jokowi dan keluar dari Koalisi Merah Putih.
Yang paling parah adalah Presiden Jokowi secara terang-terangan melarang Menteri untuk hadir memenuhi panggilan DPR. Alasan yang Jokowi kemukakan juga terkesan seadanya dengan mengatakan menunggu selesainya konflik di DPR. Tindakan ini berpotensi menjadi pelanggaran konstitusi yang serius karena DPR adalah lembaga tinggi negara yang diberi hak oleh konstitusi untuk mengawasi jalannya pemerintahan.
Kami ingatkan agar rezim Jokowi tidak mengulangi praktek-praktek politik kasar seperti rezim orde baru. Demokrasi dan reformasi yang kita rasakan saat ini adalah buah dari perjuangan sangat panjang yang bahkan mengorbankan darah dan tenaga. Perbedaan sudut pandang politik adalah hal biasa dan juga harus disikap dengan biasa.
Tindakan-tindakan politik kasar seperti intervensi terhadap partai politik dan pelemahan DPR pasti akan menuai perlawanan dari rakyat.
*Habiburokhman, Ketua Bidang AdvokasiDPP Partai Gerindra
© Copyright 2024, All Rights Reserved