Apa pun yang terjadi, misi tetap harus dilanjutkan. Itulah tekad para relawan Indonesia, yang membawa pesan kemanusiaan ke jalur Gaza. Mereka --Mer-C, Sahabat Al Aqsha, dan Kispa-- yang saat ini berada di Yordania, berniat kembali mencoba peruntungan ke Palestina, menembus blokade Israel untuk memberikan bantuan logistik ke Gaza, sesuai misi semula.
Ketua Presidium Mer-C, Sarbini Abdul Murad mengungkapkan hal tersebut, kepada pers, di kantornya, Jl Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Kamis (03/06).
Seperti diketahui, 10 relawan yang terlebih dahulu dibebaskan pihak Israel, sejak dua hari lalu berada di Amman, Yordania. Dua lainnya, Surya Fahrizal dan Oktavianto Baharudin, yang terluka terkena tembakan tentara Israel saat menyergap kapal Mavi Marmara, 31 Mei 2010, sudah dideportasi. Mereka kini berada dalam perawatan di Turki, setelah sebelumnya dirawat di rumah sakit di Haifa, Israel.
Para relawan yang dalam keadaan sehat itulah yang berniat kembali menuntaskan misinya, meski masih trauma dengan kekejaman tentara Israel. Mereka tak mau dianggap gagal menjalankan misi kemanusiaan tersebut. Yang terjadi, hanya tertunda, dan karena itu harus dituntaskan segera.
Mereka sempat berunding untuk memutuskan dua opsi, mencari cara kembali ke jalur Gaza. Opsi pertama, kata Sarbini, kembali ke Istanbul untuk berkoordinasi ulang. Kedua, menempuh jalan darat melalui Mesir, lewat Rafah yang saat ini sudah dibuka. Akhirnya, diputuskan melakukan koordinasi ulang untuk bisa kembali ke Palestina.
Lobi Mesir
Tekad para relawan menuntaskan misinya membawa bantuan kemanusiaan ke jalur Gaza sudah bulat. Untuk itu, pihak Mer-C meminta Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk melobi pemerintah Mesir, agar mengizinkan para relawan masuk dan mengirimkan bantuan melalui Rafah.
Ketua Presidium Mer-C, Joserizal Jurnalis, yang ditemui wartawan di kantornya, Kamis, mengungkapkan mereka memerlukan bantuan pihak Kementerian Luar Negeri kita untuk melanjutkan misi tersebut. Karena, para relawan tak bisa melakukan lobi diplomatik seperti itu.
Dalam penilaian Jose, kinerja Kemlu sangat kurang dalam mengurusi para relawan Indonesia, terutama untuk menjalankan misi kemanusiaan tersebut. Jose menganggap, kementerian yang dipimpin Menlu Marty Natalegawa itu, tak mau pusing dengan misi tersebut, dan menginginkan para relawan segera pulang ke Tanah Air. "Terus terang kinerja Kemlu kurang. Mereka tak mau terlibat masalah, dan tidak mau mengurusi masalah apapun."
Jose lalu mengeluarkan data betapa pihak Kementerian Luar Negeri Indonesia, gagal menjalankan perannya sebagai pelobi. Di antaranya, pada 2009, Kemlu tak berhasil melobi untuk membangun masjid dan rumah sakit Indonesia di Palestina. Akibatnya, anggaran Rp8 miliar hangus begitu saja. Sekarang pihak relawan mencoba lagi dengan bantuan pemerintah Rp20 miliar.
Meski begitu, dalam penilaian Jose, kinerja Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di luar negeri, justeru lebih baik dalam menangani para relawan. "Kalau KJRI di Amman, Yordania, bagus. Tapi kalau di pusat (Kemlu RI) tidak."
© Copyright 2024, All Rights Reserved