Menjelang dua hari pelaksanaan pencekalan maskapai penerbangan Indonesia untuk terbang ke negara-negara Uni Eropa, pemerintah balik menggertak uni Eropa dengan menyiapkan langkah sepihak (unilateral) jika Uni Eropa benar-benar menerapkan larangan tersebut besok Jumat (6/7).
Sikap Presiden itu terungkap dalam pertemuan dengan Roberto K. Gonzales, Presiden International Civil Aviation Organization (ICAO), di Kantor Presiden kemarin.
Kepada Gonzales yang baru menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi untuk Keselamatan Penerbangan (Strategic Summit on Aviation Safety) di Bali, SBY mengaku kecewa. Sebab, Uni Eropa membuat larangan itu secara sepihak dan dianggap telah melanggar konvensi penerbangan internasional.
"Presiden minta saya mempelajari tindakan unilateral yang juga bersifat sepihak dari Indonesia terhadap langkah Uni Eropa ini," ujar Menteri Perhubungan (Menhub) Jusman Syafii Djamal usai mendampingi SBY di Kantor Presiden kemarin.
Dijelaskan Menhub, langkah balasan Indonesia bisa saj bentuknya sama dengan apa yang dilakukan Uni Eropa. Misalnya dengan menetapkan wilayah penerbangan Indonesia juga terbatas bagi masyarakat Eropa. Langkah lain, mengatakan kepada bangsa Indonesia untuk tidak perlu menaiki pesawat terbang milik negara-negara anggota Uni Eropa.
"Masih banyak pesawat terbang lain yang dapat digunakan warga negara Indonesia," kata Jusman.
Diterangkan Jusman, sebenarnya Indoensia tidak menginginkan langkah balasan seperti itu. Karena itu, Indonesia terlebih dulu meminta Uni Eropa membuka dialog untuk menjelaskan langkah yang harus dilakukan Indonesia menyangkut keamanan penerbangan sipil. "Kalau ruang dialog tidak terbuka dan {fairness} tidak terjadi, baru kita pelajari kemungkinan tindakan yang sama," katanya.
Uni Eropa baru saja menyatakan seluruh maskapai penerbangan Indonesia, termasuk Garuda Indonesia - satu-satunya maskapai nasional yang pernah punya rute penerbangan Jakarta-Amsterdam (Belanda)- dilarang terbang ke wilayah Uni Eropa. Larangan itu dikeluarkan karena penerbangan Indonesia dinyatakan tidak aman. Larangan tersebut sekaligus peringatan bagi konsumen dan agen perjalanan untuk tidak menggunakan maskapai asal Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Gonzales menyatakan bersedia menjembatani hubungan Indonesia dengan Uni Eropa. Salah satunya menyediakan ruang dialog bagi kedua belah pihak untuk menyelesaikan polemik.
Gonzales mengaku puas dengan respons SBY yang dinilai memiliki komitmen memperbaiki penerbangan di Indonesia. Menurut dia, SBY juga berjanji memperbaiki sistem penerbangan. "Rekomendasi Aviation Summit di Bali juga meminta Indonesia memperbaiki sistem penerbangannya. Saat ini tingkat keselamatan penerbangan di Indonesia hanya 20. Jadi, masih menjadi negara yang tertinggi risiko penerbangannya," katanya.
Keseriusan Indonesia memperbaiki aspek keselamatan penerbangan tertuang dalam penandatanganan deklarasi bersama antara Indonesia (melalui Menhub) dan Presiden ICAO.
Sebelumnya, usai membuka Aviation Summit di Bali, 2-3 Juli lalu, Menhub Djamal menilai UE melanggar aturan internasional, baik ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) maupun Konvensi Chicago. Itu terkait rencana pelarangan 51 maskapai Indonesia, termasuk Garuda, terbang ke Eropa mulai 6 Juli 2007.
Menurut Jusman, pelarangan sepihak tanpa meminta penjelasan kepada Indonesia sangat mengecewakan. Sebab, aturan ICAO dan Konvensi Chicago mengenai keselamatan penerbangan ({safety}) sangat jelas. Dalam aturan itu, pihak-pihak terkait harus mengedepankan asas resiprokal, dialog, dan {fairness}. Ketika ada temuan harus dimintakan konfirmasi dan dialog guna perbaikan selanjutnya.
"Tim Ditjen Perhubungan Udara pada 22 Juni lalu sudah ke sana. Lalu dewan pakar penerbangan Uni Eropa pada 25 Juni melakukan pertemuan dan hasilnya langsung disampaikan ke publik," katanya.
[Isu Persaingan Bisnis]
Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Kebijakan Publik Ihsanuddin Noorsy menilai larangan yang dikeluarkan Uni Eropa bagi maskapai penerbangan Indonesia, bernuansa pada persaingan bisnis.
"Pertanyaan ini terkait dengan seberapa banyak maskapai penerbangan di Indonesia yang menggunakan teknologi Eropa semacam Air Bus dan mempertipis penggunaan Boeing," katanya.
Lihat saja, Lion Air membeli 100 pesawat Boeing 737 900 ER dan Garuda Indonesia akan membeli 25 pesawat Boeing buatan Amerika Serikat. "Order Boeing yang dilakukan beberapa maskapai papan atas di Indonesia menjadi kampanye negatif maskapai penerbangan Eropa. Sebaliknya, menjadi isu positif di Amerika," tandasnya.
Uni Eropa menekan Indonesia dengan model ancaman seperti itu karena ketatnya persaingan teknologi di bidang kedirgantaraan internasional. Sebab, lahan pasar di Indonesia sangat menggiurkan.
Anggota Komisi V DPR Marwan Jafar menilai, langkah Presiden SBY tersebut merupakan bagian dari diplomasi keras yang dilakukan pemerintah. "Jadi, diplomasi ini akan ada dua, yang keras dan yang lemah. Kami memaklumi langkah yang dilakukan itu sebagai upaya untuk meningkatkan bargaining position kita," ujarnya.
Meski demikian, politikus asal PKB tersebut menegaskan bahwa pemerintah jangan hanya melakukan diplomasi keras tanpa introspeksi dan melakukan pembenahan ke dalam. "Selain lobi-lobi internasional, yang juga penting dilakukan adalah memperbaiki regulasi sektor penerbangan," jelasnya.
Berbagai langkah bisa dilakukan pemerintah dengan menata kembali sistem penerbangan. Selama ini, catatan kritis yang harus dibenahi, antara lain, mempertegas hukuman dan kompensasi (reward and punishment) dalam sistem penerbangan.
"Selama ini, antara regulator dan operator masih sering tumpang tindih. Operator idealnya lebih tegas. Jadi, tidak ada lagi konspirasi-konspirasi agar pesawat yang tidak layak terbang bisa diterbangkan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved