Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkoordinasi dengan POM TNI dalam menghadapi praperadilan yang diajukan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh, tersangka kasus dugaan korupsi pembelian helikopter Augusta Westland (AW)-101 milik TNI Angkatan Udara. Konsekuensi gugatan ini dapat berpengaruh pada penyidikan yang juga sedang diproses oleh POM TNI.
“Karena salah satu aspek yang dipersoalkan adalah mekanisme koneksitas dalam penanganan perkara yang diduga melibatkan sipil dan militer," terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah Febri kepada pers, Jumat (27/10).
Salah satu yang menjadi materi permohonan praperadilan adalah soal peradilan koneksitas, seperti yang diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHAP. Sementara KPK menegaskan dari awal baik KPK maupun TNI menggunakan landasan Pasal 42 Undang-undang KPK.
Febri juga mengingatkan kasus ini mendapat atensi khusus dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. "Padahal mengacu pada keterangan Panglima TNI saat melakukan konferensi pers di KPK, kerja sama dalam penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan Heli AW-101 ini merupakan salah satu concern dari Panglima TNI sebagai bagian dari komitmen pemberantasan korupsi di TNI," ujarnya.
Kerja sama KPK dan TNI Kasus berlandaskan mekanisme khusus Pasal 42 Undang-undang (UU) KPK. Dalam UU disebutkan, KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.
“Koordinasi lebih rinci akan dilakukan minggu depan dalam rangka menghadapi sidang praperadilan yang direncanakan dilakukan Jumat, 3 November 2017," terang dia.
KPK belum bisa hadir pada sidang praperadilan perdana Irfan yang digelar Jumat 20 Oktober 2017. Tim biro hukum masih menyiapkan jawaban yang nantinya akan dipaparkan dalam sidang tersebut.
Dugaan korupsi pembelian heli AW-101 terbongkar lewat kerja sama antara TNI dan KPK. Ada enam tersangka, empat dari unsur militer dan seorang pengusaha yakni Irfan.
Irfan diduga meneken kontrak dengan Augusta Westland, perusahaan joint ventureWestland Helicopters di Inggris dengan Agusta di Italia, yang nilainya Rp 514 miliar. Namun, dalam kontrak pengadaan helikopter dengan TNI AU, nilai kontraknya Rp738 miliar sehingga terdapat potensi kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved