Gugatan {class action} yang diajukan Ustad Abu Bakar Baasyir untuk membubarkan Densus 88 Antiteror direspons Mabes Polri. Kendati belum menyiapkan tim khusus untuk menindaklanjuti gugatan tersebut, Divisi Pembinaan dan Hukum (Divbinkum) Mabes Polri akan turun untuk menghadapi.
"Itu pekerjaan rutin Divbinkum. Tak perlu tim khusus karena belum tentu itu (gugatan) diterima pengadilan," jelas Kadivhumas Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto di Mabes Polri (27/6) kemarin.
Dijelaskan Sisno jika gugatan amir Majelis Mujahidin Indonesia tersebut diterima pengadilan, baru Divbinkum membentuk tim. Hal yang sama berlaku untuk menghadapi gugatan praperadilan atas penangkapan Abu Dujana.
Polisi yakin tidak ada yang salah dengan langkah Densus 88. Termasuk, saat mereka menangkap Abu Dujana di Kebarongan, Banyumas, Jawa Tengah, awal Juni lalu. Semua yang dilakukan polisi sudah sesuai prosedur dan tidak ada pelanggaran HAM di dalamnya.
Pada bagian lain, Baasyir yang diwakili Ketua Tim Advokasi Korban Penangkapan Densus 88 (Tangkap Densus 88) Munarman resmi mendaftarkan gugatan class action di PN Jakarta Selatan kemarin. Munarman yang didampingi pengacara Achmad Michdan mendaftarkan gugatan Baasyir bernomor 893/Pdt.G/2007/PN Jaksel.
"Ada tiga alasan mengapa kami menggugat pembubaran Densus 88," kata Munarman setelah mendaftarkan gugatan kepada Ketua Panitera Perdata PN Jaksel Sobari Achmad kemarin.
Pertama, anggota Densus 88 dinilai telah melanggar hak asasi manusia yaitu manusia tidak boleh disiksa bagaimanapun keadaannya. "Nah ini, polisi menggunakan metode penyiksaan baik psikis maupun fisik untuk menggali informasi," kata Munarman.
Kedua, Densus 88 dianggap merendahkan martabat seseorang dengan menggunakan berbagai cara selama penangkapan. Ketiga, alasan politis bahwa operasional Densus 88 dibiayai pemerintah AS senilai USD 26 juta.
Dalam gugatan tersebut, Tim Advokasi itu meminta Kapolri membubarkan Densus 88 karena dinilai telah melanggar hukum dan diskriminatif. Tim Advokasi menguraikan latar belakang pengajuan gugatan antara lain adanya intervensi asing atas kedaulatan Indonesia dan Densus 88 Anti Teror dibiayai pihak asing.
Dalam draf gugatannya, Tangkap Densus 88 melampirkan beberapa data. Misalnya, pengakuan Syaiful Anang alias Mujadid -ditangkap di Temanggung- yang ditembak tanpa perlawanan. Lalu, penyiksaan yang dilakukan terhadap Andi Ipong alias Yusuf Asapa di sel Polda Metro Jaya. Andi ditelanjangi, disetrum, dirantai, dan tidak boleh melakukan salat Jumat.
Selain itu, data yang menyebutkan bahwa Ali Gufron alias Muklas, terpidana bom Bali, dibakar bulu-bulu di tubuhnya setelah ditelanjangi. Demikian juga, kesaksian Imam Samudera yang disiram air panas terus-menerus di kamar mandi agar mengakui keterlibatan Abu Bakar Baasyir dalam peristiwa bom Bali I.
Munarman optimistis, gugatan mereka akan menang. "Kami juga melapor ke DPR karena selama ini mereka tidak pernah menyerahkan laporan keuangan yang digunakan untuk operasionalisasi Densus 88," kata mantan aktivis YLBHI itu.
Semua keluarga korban, kata Munarman, juga membenarkan adanya tindakan penyiksaan dan penangkapan yang sewenang-wenang oleh Densus 88. "Ada subtim intelijen di Densus 88 yang bertugas membuat rekayasa dan skenario," tuturnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved