Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pekan lalu, dalam sidang pra peradilan yang dipimpin hakim tunggal Ida Bagus Putu Madeg, akhirnya membatalkan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan Kapolda Metro Jaya terhadap Ny Indah Nathania Tantio.
Sidang pra peradilan yang dipimpin hakim tunggal Ida Bagus Putu Madeg ini diajukan oleh Ny Indah lantaran tak puas dengan tindakan Polda yang menangkap dan menahannya sejak 4 Mei 2002 lalu.
Padahal, menurut kuasa hukum Ny Indah, Januardi S Haribowo dari kantor pengacara Hamdan, Sudjana, Januardi & Partners, sama sekali tidak ada bukti permulaan yang cukup bagi Polda untuk menahan dan menjadikan kliennya sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana pemalsuan (pasal 263 KUHP).
Kasus blanko kosong yang berbuntut ditahannya Ny Indah memang memang ceritanya agak panjang. Konon, kasus ini bermula ketika antara Februari sampai Desember tahun 1997 Hindoro Halim dan Mira Nathania Halim melakukan transfer uang sebanyak 37 kali kepada PT Elang Perdana Tyre Industry (EPTI). Total dananya Rp 49 Miliar.
Dalam pembukuan hasil audit sejak tahun 1997, diketahui PT EPTI berutang kepada PT Omnilite di Singapura. Hutang itu setara senilai 1.700.000 Dollar AS. Menurut penyidik Polda, tahun 2000 ditemukan blanko penukaran uang milik PT Puri Arthamas Pratama yang diisi dengan tulisan tangan. Isinya menerangkan bahwa ada penukaran uang dari US Dollar ke Rupiah. Tanggal penukarannya bertepatan dengan tanggal transfer uang dari Hindoro Halim dan Mira Nathania Halim kepada PT EPTI. Blanko tersebut digunakan sebagai bukti pendukung adanya jaminan pinjaman dalam bentuk US Dollar kepada PT Omnilite.
Dalam kasus ini, pihak penyidik Polda menjadikan Ny Indah sebagai tersangka dan kemudian menahannya. Anehnya, Polda hanya bersandar pada keterangan seorang saksi bernama GANI (Accounting &Finance Manager PT Elang Perdana Tyre Industri). Menurut GANI, Ny Indah telah memberikan blanko kosong penukaran uang milik PT PURI ARTHAMAS PRATAMA kepadanya untuk diserahkan kepada AKTA (karyawan dari Akuntan Publik Yahya Santoso).
Menurut Januardi, kuasa hukum Indah, tindakan Polda yang menangkap dan menahan kliennya tak didasari oleh bukti permulaan yang cukup untuk menjadikannya sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana pemalsuan.
“Polda hanya bersandar pada keterangan satu saksi saja, padahal berdasarkamn pasal 17 KUHAP, hal itu tidak dapat dianggap sebagai bukti yang cukup untuk menjadikan seseorang tersangka,” tandas Januardi.
Lebih lanjut dijelaskannya, surat perintah penahanan penangkapan Polda pun cacat hukum. Pasalnya, Polda tidak menyebutkan alasan spesifik mengenai penangkapan itu. Suarat perintah penahanan terhadap Indah, masih menurut Januardi, juga tak memenuhi ketentuan hukum yang diatur dalam pasal 21 ayat 1 KUHAP. “Karena penahanan itu hanya didukung oleh satu alat bukti yaitu keterangan saksi bernama Gani,” jelasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved