Kebutuhan pangan di Indonesia setiap tahun selalu mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kebutuhan pangan, sesuai dengan pertambahan jumah penduduk. Pada dua tahun ke depan, misalnya, tren peningkatan kebutuhan pangan baik skala global maupun nasional, terus mengalami kenaikan.
Di tingkat nasional, dua tahun ke depan kebutuhan pangan sangat prospektif seiring dengan perhelatan pilkada serentak tahun 2018 dan pilpres tahun 2019.
Demikianlah dikatakan tokoh agribisnis Indonesia, Bungaran Saragih kepada politikindonesia.com disela-sela diskusi bertema, “Tantangan dan Peluang Agribisnis 2018”, di Jakarta, Kamis (15/03).
Menurutnya, Indonesia sebenarnya memiliki potensi ketersediaan anekaragam pagan yang sangat besar. Sehingga kecukupan pangan yang berasal dari hasil pertanian dan peternakan bisa menjadi tolak ukur perkembangan perekonomian di Indonesia. Apalagi, Indonesia sebagai negara pertanian dan rempah terbesar di dunia dan memiliki keterkaitam dengan dunia luar soal pangan.
“Untuk itu, segala tantangan dan hambatan dalam pencapaian dan kemajuan pangan dan pertanian di Indonesia harus menjadi konsen pemerintah. Kalau kita lihat keadaan ekonomi global tahun 2018 akan lebih baik, maka dunia sudah mampu keluar dari krisis moneter global yang terjadi pada tahun 2008 dan 2015. Seperti Amerika, China dan India pertumbuhan ekonominya mulai membaik. Dengan demikian kebutuhan pangan dipastikan akan terus meningkat,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, namun hal itu tidak terjadi di Indonesia. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak sebaik China dan India, tetapi masih menunjukan peningkatan yang cukup baik. Di tahun 2018 dan 2019, permintaan pangan dalam negeri akan besar seiring perhelatan pilkada dan pilpres dalam dua tahun berturut-turut. Sehingga tahun 2018 dan 2019 ini tahun yang sangat prospektif, di tingkat nasional. Makanya, Indonesia perlu hati-hati karena saat ini ada gerakan proteksionisme, khususnya pada sistem perdagangan.
“Gerakan proteksionisme akan menjadi hambatan non tarif yang dilakukan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat yang selanjutnya diikuti oleh negara China dan lainnya. Saya berharap gerakan proteksionisme ini tidak sampai meningkat menjadi perang dagang. Kalau ini terjadi maka akan menjadi hambatan perdagangan pangan di dalam negeri,” paparnya.
Hal lain, lanjutnya, yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah adalah soal lingkungan global. Di Amerika Selatan, misalnya, telah terjadi kekeringan sudah sejak tiga tahun terakhir. Begitu juga di Afrika Selatan dan sejumlah ngara Afrika lainnya. Hal itu dampaknya terhadap produksi pangan. Sehingga fenomena kekeringan ini harus segera diantisipasi oleh pemerintah Indonesia. Karena hal itu berkaitan dengan komoditas strategis yang perlu mendapatkan perhatian khusus pemerintah.
“Di antaranya beras dan jagung. Selain itu, sawit juga haris menjadi komoditas strategis yang harus menjadi perhatian pemerintah. Karena komoditas tersebut memiliki potensi ekspor yang terus meningkat. Sehingga pertumbuhan ekonomi di Indonesia bisa berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan pangan. Jangan komoditas yang tidak strategis mendapat prioritas, seperti bawang putih,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudistira Adhinegara menambahkan, pada tahun 2018 dan beberapa tahun ke depan sektor pangan dan pertanian akan menempati posisi penting. Dari sisi anggaran, pemerintah juga mengalokasikan cukup besar untuk menghidupkan sektor pangan dan pertanian
“Tetapi yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah regnerasi para petani kita. Sebab, rata-rata para petani kita sudah berumur 51 tahun. Sementara minat generasi muda terhadap pertanian sangat kecil. Inilah yang perlu didorong, sehingga generasi muda mau terjun ke bidang pertanian, misalnya dengan digitalisasi pertanian bagi kalangan anak muda,” ucapnya.
Dia memaparkan, kontribusi ekspor pada 2018 sendiri diproyeksi akan meningkat apabila tren harga komoditas global tetap berlanjut di 2018. Selain itu, peningkatan ekspor juga berpotensi semakin tinggi, apabila pertumbuhan manufaktur terakselerasi dan Indonesia dapat secara agresif membuka peluang pasar baru di berbagai kawasan yang potensial.
“Selain itu, Pilkada serentak memiliki potensi meningkatan konsumsi serta Asian Games 2018 juga dapat mendorong sektor pariwisata baik dari sisi konsumsi maupun transportasi. Namun dari sisi global, kebijakan proteksinisme yang dilakukan sejumlah negara menjadi peluang bagi Indonesia untuk mencari pasar baru produk pertanian nasional. Beberapa negara yang potensial dijadikan pasar baru bagi produk pertanian Indonesia, seperti Afrika Selatan, kawasan Afrika Utara maupun Eropa Timur,” tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved