Pemerintahan SBY-Boediono belum menjalankan amanat konstitusi untuk menyejahterakan kehidupan rakyat Indonesia. Meskipun pemerintah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga di atas 6% dan menekan inflasi hingga di bawah 6%.
"Selama satu tahun pemerintahan SBY-Boediono masih dirasakan belum sepenuhnya menjalankan amanat konstitusi untuk menyejahterakan kehidupan rakyat Indonesia,” kata pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Fahmi Radhi, kemarin.
Menurut Fahmi, pencapaian indikator makro itu belum mampu menggerakkan sektor riil, dan tidak berperan secara signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal itu bisa dilihat dari upaya menurunkan tingkat pengangguran dan mengurangi angka kemiskinan yang belum sepenuhnya berhasil. Pertumbuhan ekonomi justru memperlebar kesenjangan antara yang kaya dan miskin.
Fahmi menyarankan ke depan alokasi dana APBN untuk pembiayaan pembangunan tidak lagi direduksi dan dialihkan hanya untuk kunjungan kerja eksekutif dan legislatif. Tetapi mulai difokuskan untuk membayar pokok dan cicilan utang yang besar.
Fahmi yang juga Direktur Eksekutif Mubyarto Institute ini mengatakan, kewajiban membayar utang memang mengindikasikan Indonesia masih terlilit beban berat. Rasio utang terhadap PDB memang menurun, tetapi secara nominal, nilai total uang semakin besar.
Fahmi menjelaskan, April 2010 misalnya, utang dalam negeri mencapai Rp1,015 triliun, dan utang luar negeri Rp573 triliun, atau 63,54 miliar dolar AS.
Karena itu, kata Fahmi, Mubyarto Institute mengajak pemerintahan SBY-Boediono kembali ke ekonomi konstitusi, dan menjalankan program pemberdayaan ekonomi rakyat. Pemerintah diharapkan menghentikan utang luar negeri, privatisasi BUMN, liberalisasi ekonomi, dan memberi lebih banyak subsidi kepada petani, nelayan, serta pelaku ekonomi rakyat.
Ke depan harus ada kebijakan penguasaan kembali aset strategis bangsa, reformasi agraria, dan revitalisasi pertanian menuju kesejahteraan petani dan kedaulatan bangsa. Pemerintah juga harus melakukan negosiasi ulang, pembayaran utang, dan kontrak karya yang tidak sesuai dengan amanat konstitusi.
"Pemerintah juga perlu mengkaji ulang dan koreksi terkait peraturan perundang-undangan yang dinilai merugikan kepentingan sebagian besar rakyat Indonesia," katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved