Sudah sekian lama publik di Indonesia menunggu keputusan akhir DPR tetang pembentukan Panitia Khusus {Bulogate} II. Senin siang (1/7/2002), keputusan itu diambil dan DPR sudah bersikap: Pembentukan Pansus ditolak.
Dengan demikian gagal sudah pembetukan pansus untuk menyelidiki secara politis keterlibatan Akbar Tanjung (kini ketua DPR RI) dalam penggunaan dana non bujeter Badan Urusan Logistik (Bulog).
Sebetulnnya keputusan menolak Pansus telah lama diramalkan. Apalagi setelah melihat prosesnya yang berlarut dan terus tertunda.
Para anggota Dewan yang terhormat itu telah memutuskan sesuatu yang berbeda dari harapan publik yang menginginkan terbentuknya Pansus Bulogate II. Tentu saja publik dalam hal ini adalah para konstituen partai.
Boleh dibilang inilah pengkhianatan paling mengerikan. Ketika orang yang diberikan kepercayaan untuk mengambil keputusan malah bersikap berseberangan.
Sudah lama para anggota Dewan memang jalan sendiri. Apa yang terjadi di dalam gedung berbeda jauh dari apa yang ada diluar gedung. Sungguh ironis. Apalagi ketika menyaksikan gelombang aksi mahasiswa meneriakan tuntutan reformasi di depan gedung DPR/MPR. Sementara di dalam gedung para anggota dewan malah berkonspirasi menghalau tuntutan reformasi.
Apa yang diharapkan lagi kepada anggota DPR yang hanyalah perpanjangan tangan partai dan hanya mempertimbangkan kelanggengan kekuasaan dan uang semata. Jelas bahwa wakil rakyat seperti itu bukanlah yang diharapkan untuk mengemban amanat reformasi. Terlalu mahal pengorbanan memperjuangkan reformasi jika kemudian amanat itu dipercayakan kepada para anggota dewan yang tak punya nurani.
Tampaknya dalam soal penolakan DPR untuk membentuk Pansus {Bulogate} II, apa yang dikatakan Yudilherry Justam (Koordinator Komite Waspada Orde Baru) perlu direnungkan. Sikap DPR dan terutama Fraksi PDIP yang menolak pembetukan Pansus, kata dia, merupakan salah satu bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi.
Hampir semua anggota parpol di DPR sudah melupakan cita-cita mengubah Indonesia menjadi lebih adil dan demokratis. Di depan kita, terbentang kesenjangan yang terlalu lebar antara harapan rakyat dan apa yang dilaksanakan DPR. Kalau begitu, mesti ada perubahan yang lebih radikal lagi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved