Komunitas Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) meminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan perkara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bambang Widjojanto (BW). Kasus itu dinilai terlalu dipaksakan untuk masuk ke pengadilan.
Permintaan itu disampaikan PIA melalui surat yang dikirim kepada Presiden, Senin (12/10) ini. Surat tersebut ditandatangani juga oleh 123 perempuan yang terdiri dari berbagai latar belakang profesi. Ada yang berprofesi sebagai pengacara, ibu rumah tangga, peneliti, mahasiswi, aktivis, seniman, jurnallis, hingga arsitek.
Surat tersebut juga dibacakan oleh perwakilan perempuan-perempuan tersebut di Kantor Sekretariat Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, antara lain Betti Alisijahbana, Lelyana Santosa, dan Anis Hidayah.
Surat itu berisikan menyampaikan pernyataan sikap PAI sebagai Komunitas Perempuan Indonesia Antikorupsi terkait kriminalisasi yang dihadapi oleh Komisioner KPK nonaktif BW. PAI merasa apa yang terjadi kepada BW, adalah sebuah perbuatan yang menyakitkan hati. Seorang Komisioner KPK yang dicintai publik tapi dibenci oleh koruptor, kini harus menghadapi proses hukum yang seolah-olah dipaksakan.
“Ini berarti tidak ada jaminan keamanan bagi kami dari tindak-tindak kriminalisasi dan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum, karena jika seseorang seperti saudara kami Bambang Widjojanto saja bisa dikriminalisasi, bagaimana dengan kami yang hanya rakyat biasa?” tulis PAI dalam surat itu.
PAI meyakini Jokowi telah menimbang dengan bijaksana seluruh keputusan yang akan dikeluarkan terkait hal ini.
Namun, jika kemudian kriminalisasi terhadap BW tidak juga dihentikan, PAI khawatir anak dan cucu banngsa ini kelak tidak akan mengenal Indonesia yang bebas dari korupsi.
“Betapa tidak, seorang tokoh pemberantasan korupsi yang di pundaknya kami titipkan harapan membasmi perilaku korup para koruptor, justru dibuat tak berdaya karena tuduhan yang tak berdasar,” tulis PAI.
PAI menyebut, pa yang menimpa BW pernah pula menimpa pimpinan KPK era sebelumnya, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto. Keduanya adalah Komisioner KPK ketika kriminalisasi juga menjerat mereka, namun tak perlu waktu lama bagi Chandra dan Bibit kembali memimpin KPK setelah deponeering demi kepentingan umum.
“Bapak Presiden Joko Widodo, apakah upaya pemberantasan korupsi bukan termasuk kepentingan umum? Apakah anak dan cucu kami tidak berhak menikmati Indonesia yang bebas korupsi? Apakah kami tidak boleh bersedih ketika saudara kami diperlukan dengan seenaknya ketika ditangkap dan ketika tuduhan-tuduhan tak berdasar diarahkan kepadanya?,” tulis PAI.
PAI berharap Jokowi dapat mempertimbangkan penghentian perkara hukum BW. “Dengan melakukan itu, Presiden akan memberikan harapan baru, bukan saja bagi upaya pemberantasan korupsi, tetapi juga bagi kami rakyat awam, untuk sekali lagi bisa percaya, bahwa Indonesia yang bebas korupsi adalah mungkin. Demi anak, demi cucu dan demi Bangsa Indonesia."
© Copyright 2024, All Rights Reserved