Perang dagang yang dilancarkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump tak hanya menyasar China dan Uni Eropa. AS disebut juga tengah mengkaji pencabutan fasilitas tarif khusus yang diberikan kepada negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ketua APINDO Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani, kepada pers, Jumat (06/07), mengatakan, saat ini, AS tengah mengkaji total 3.500 produk-produk yang masuk Generalized System of Preference (GSP) atau daftar produk yang bebas bea masuk yang dihasilkan negara-negara berkembang. Didalamnya termasuk sekitar 124 produk asal Indonesia yang sedang di-review.
“GSP kita sedang direview, dan ada sekitar 124 produk dan sektor yang saat ini sedang dalam review, termasuk di dalamnya kayu plywood, cotton, macam-macam. Lalu juga ada produk-produk pertanian, udang dan kepiting kalau tak salah, ini saya lagi liat listnya juga," ujar dia.
Sebagai informasi, GSP merupakan sistem pengecualian formal dari aturan yang lebih umum dari WTO yang mengharuskan setiap negara anggota WTO menerapkan tarif impor perdagangan yang sama dengan seluruh negara anggota lainnya. Dengan GSP, maka negara anggota WTO dapat menurunkan tarif bagi negara-negara yang kurang berkembang, tanpa harus menurunkan tarif untuk negara-negara kaya.
Shinta menjelaskan jika GSP dicabut maka bea masuk produk ekspor Indonesia ke AS akan semakin mahal. "Tapi prinsipnya, itu yang jadi kuncinya, karena kalau kita kehilangan GSP-nya, kita ekspor kesana akan lebih mahal karena tarifnya lebih tinggi," imbuh dia.
Meskipun demikian, dia mengatakan, Indonesia masih bisa berharap rencana tersebut tidak berlanjut ke produk yang lain. Ancang-ancang perang dagang antara AS dan China diharapkan menjadi pertimbangan bagi Trump untuk mengurungkan niatnya.
"Upaya diplomasi ke sana sudah ada, baik pemerintah maupun asosiasi kan kita dipanggil kesana untuk hearing. Sekarang prosesnya sudah sampai public hearing, nanti kita asosiasi, importir dari sana juga dipanggil, nanti ada panel pendukung dan panel oposisi. Dalam beberapa bulan ini lah," katanya.
Sementara Ketua Umum APINDO, Hariyadi Sukamdani mengatakan, GSP untuk produk tekstil Indonesia telah ditarik AS sejak Januari lalu. “Jadi memang AS menerapkan itu tidak hanya ke China, tapi semua negara yang dia defisit, termasuk Indonesia. Jadi memang ini tantangan ke kita. Yang saya tahu tekstil ya, tekstil sudah dicabut GSP-nya," ujar dia di Kantor APINDO, Jakarta, Kamis (05/07).
Ia mengatakan, saat ini dunia usaha sedang ketar-ketir menanti evaluasi tarif yang dilakukan AS. Kekhawatirannya, AS mengubah atau menghentikan ketentuan GSP yang berakibat pada pengenaan tarif baru untuk produk-produk asal Indonesia.
Trump berdalih langkah itu sebagai tindakan proteksionisme terhadap pasar AS, menyusul defisit neraca dagang yang terus dicatat Amerika. Perang dagang juga telah diterapkan AS kepada China dan Uni Eropa untuk produk-produk baja dan aluminium.
“Biasanya, setiap tahun kan tetap lanjut (GSP). Tapi, kalau hasilnya under review, bisa jadi kena tarif. Apalagi, saat ini Trump punya isu mengetatkan pasar AS, semua negara bisa tiba-tiba kena," imbuhnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved