Kasus penyelewengan dana non bujeter Bulog kini menghadapkan mantan Mensesneg Akbar Tanjung dan mantan Menperindag/Kabulog Rahardi Ramelan sebagai tersangka di meja hijau. Perkembangan kasus ini menjadi kian menarik dan tampaknya ‘perang’ terbuka antara dua mantan menteri itu Pihak Rahardi membuka skenario Akbar, sementara pihak Akbar mengganggapnya tidak relevan. Siapa yang menang?
Penasihat hukum Ketua DPR Akbar Tandjung, Amir Syamsuddin mengatakan, pernyataan yang dibeberkan oleh penasihat hukum terdakwa Rahardi Ramelan bahwa kliennya menyodorkan sebuah skenario kepada Rahardi, tidak ada relevansinya dengan persidangan yang sedang dijalani Akbar.
'Kalau kita melihat fakta persidangan, ternyata skenario itu sendiri ternyata tidak terjadi. Karena itu, apa yang dikemukakan oleh penasihat hukum Rahardi tidak ada relevansinya, ucap Amir seperti dikutip Suara Pembaruan, Rabu (24/04/2002).
Amir yang masuk ke dalam tim penasihat hukum menjelang Akbar diperiksa oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tidak mengetahui perihal pertemuan kliennya dengan Rahardi di Hotel Gran Mahakam, Kebayoran Baru, Jakarta. Bahkan mengenai ada orang lain yang memantau penyaluran sembako, sambungnya, Akbar mengungkapkan bahwa dia sendiri yang memonitornya.
Dia menegaskan, dua hal yang disebut-sebut sebagai bagian dari rekayasa itu, yakni Akbar meminta Rahardi untuk mengakui cek Rp 40 miliar diserahkan langsung ke Yayasan Raudlatul Jannah, serta Bulog sempat memantau penyaluran sembako, tidak satu pun terlihat di persidangan. 'Kami jadi bertanya ke mana arahnya itu. Walau itu mereka sebut sebagai rekayasa, tapi fakta di persidangan tidak ada,' ujar Amir.
Bagaimana lengkapnya skenario Akbar itu? Trimoelja D. Soerjadi, pengacara mantan Kepala Badan Urusan Logistik Rahardi Ramelan, membuka rencana rekayasa Akbar Tandjung dalam kasus penyelewengan dana Bulog Rp 40 miliar. Kata Trimoelja, Akbar meminta kliennya mengikuti skenario pembebasan Ketua Umum Partai Golkar itu dalam pertemuan di Hotel Grand Mahakam, Jakarta, pada 10 Oktober 2001.
Skenario rekayasa Akbar itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin, Selasa (23/04/2002). Akbar menjadi saksi untuk terdakwa Rahardi dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Lalu Mariyun.
Dalam pertemuan 10 Oktober, kata Trimoelja, Akbar meminta Rahardi mengakui cek Rp 40 miliar diserahkan langsung ke Yayasan Raudatul Jannah. Akbar pun meminta Rahardi menyatakan bahwa Bulog pernah meninjau penyaluran sembako oleh yayasan itu di lapangan.
Rahardi menolak skenario ini. Hotma Sitompoel, pengacara Akbar, sempat memperingatkan risiko bagi Rahardi. Namun, Rahardi memilih pergi. "Kalau begitu caranya, kita fight saja di pengadilan," kata Rahardi ketika itu, seperti ditirukan Trimoelja.
Dalam persidangan kemarin, Akbar mengakui adanya pertemuan yang, menurut dia, untuk menyamakan persepsi menghadapi pemeriksaan Kejaksaan Agung. Namun, saat ditanya materi yang dibicarakan, dia menjawab, "Saya tidak ingat."
Trimoelja lalu mengatakan bahwa Rahardi memiliki rekaman pembicaraan dan menyimpan salinan skema dari Akbar. "Saya beri kesempatan saudara mengoreksi jawaban," ujarnya sambil menyodorkan kertas salinan skema itu.
Jaksa penuntut umum Kemas Yahya Rachman memprotes Trimoelja karena, menurut dia, tidak relevan dengan materi dakwaan Rahardi. "Saudara saksi berhak tidak menjawab." Tepuk tangan terdengar dari pengunjung yang sebagian pendukung Akbar.
Menanggapi protes ini, Trimoelja berkata, pertanyaannya relevan untuk mengungkap kebenaran. Namun, Kemas bersikeras. Hakim Mariyun pun menengahi. "Sepanjang masih ada korelasi, bisa ditolerir," katanya.
Trimoelja kemudian meneruskan pertanyaan: "Benarkah saksi pernah meminta Hotma Sitompoel mendesak seolah-olah Bulog menyerahkan dana itu langsung ke yayasan?" Akbar menjawab tidak ingat. "Apakah pernah mendekati (Ketua Yayasan) Dadang Sukandar agar menceritakan Rp 40 miliar diterima langsung dari Bulog?" Lagi-lagi, jawabannya, "Saya tidak ingat."
Trimoelja terus mendesak. "Apa dana itu untuk fungsionaris Golkar?" Akbar pun menjawab, "Sepengetahuan saya tidak ada."
Trimoelja lalu memohon hakim menghadirkan peserta "pertemuan Mahakam". Kata dia, Akbar diduga kuat telah memberi keterangan palsu. "Kami akan pertimbangkan," kata Mariyun.
Selain Trimoelja, Rahardi juga didampingi pengacara Frans Hendrawinata dan J. Kamaru. Mereka menggantikan tim pengacara Rahardi sebelumnya, O.C. Kaligis dan Yan Juanda Saputra.
Trimoelja juga mempersoalkan Akbar yang tak memberikan dana Rp 40 miliar secara bertahap sesuai dengan tingkat pekerjaan yang diselesaikan. Bahkan Akbar tidak meminta jaminan yayasan bila proyek tak sesuai dengan jadwal. Dicecar begitu, Akbar mengatakan, "Saya orang yang selalu berprasangka baik pada orang lain."
Ketika Akbar memberi penjelasan yang dirasakan berbelit-belit, Trimoelja pun menukas, "{Come on}, saudara ini menteri, masak jawabannya begitu." Akbar pun terdiam.
Trimoelja juga menggiring Akbar mengakui bahwa proyek pembagian sembako itu harus dipertanggungjawabkan olehnya kepada Presiden Habibie. "Yang mempertanggungjawabkan ke presiden soal beres-tidaknya penyaluran sembako senilai Rp 40 miliar ini Saudara, betul?" "Betul," kata Akbar lirih.
Kenyataannya, kata Trimoelja, saat berhenti sebagai Menteri Sekretaris Negara, Akbar tak pernah menginformasikan kegiatan itu kepada penggantinya, Muladi.
Majelis hakim kemarin juga meminta keterangan mantan Deputi Keuangan Bulog Ahmad Ruskandar, mantan Sekretaris Rahardi, N.R. Setiowati, dan Asisten Logistik Paspampres Kolonel R. Agus Subekti.
© Copyright 2024, All Rights Reserved