Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan. Catatan BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia per Sepetember 2016 turun menjadi 27,76 juta jiwa. Jumlah penurunannya mencapai 250.000 jiwa dibandingkak Maret 2016.
Kepala BPS, Suharyanto mengatakan, jumlah masyarakat miskin di Indonesia sebagian besar berada di pedesaan sekitar 17,28 juta atau 13,96 persen. Sedangkan jumlah penduduk miskin di perkotaan tercatat ada 10,49 juta jiwa (7,73 persen).
"Secara total, jumlah penduduk miskin di Indonesia tertinggi di Pulau Jawa. Hanya saja, jumlah penduduk miskin secara persentase terbesar terdapat di Papua," katanya kepada politikindonesia.com di Gedung BPS Jakarta, Selasa (03/01).
Dijelaskan, Pulau Jawa menjadi penyumbang jumlah penduduk miskin terbanyak yaitu 14,83 juta orang, diikuti Sumatera sebesar 6,21 juta orang. Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 2,11 orang, Sulawesi sebesar 2,09 juta orang. Sementara Maluku dan Papua sebesar 1,55juta orang.
"Sejak tahun 2009 angka kemiskinan sudah mengalami penurunan yang tidak signifikan padahal berbagai upaya telah dilakukan pemerintah. Kalau tidak ada penanganan super khusus, penurunan yang terjadi hanya sedikit. Sehingga pemerintah harus berupaya lebih maksimal dalam menjaga harga kebutuhan pokok agar tidak meningkat tinggi," tegasnya.
Menurutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan penduduk miskin, antara lain laju inflasi yang cenderung rendah, kenaikan upah nominal harian buruh. Selain itu, harga eceran komoditas yang turun dan kenaikan PDB. Karena selama ini masyakarat miskin di Indonesia sangat rentan terhadap kenaikan harga komoditas.
"Kalau harga naik, tanpa diikuti dengan kenaikan pendapatan, itu bisa memberatkan penduduk miskin, dan garis kemiskinan bisa meningkat. Untuk itu, salah satu solusinya pemerintah harus tetap memberikan bantuan sosial," ujarnya.
Dipaparkan, berbagai komoditas yang memberikan pengaruh besar terhadap garis kemiskinan adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras. Selain itu, mie instan, gula pasir, tempe, tahu, bawang merah, perumahan, listrik, bensin, pendidikan dan pakaian jadi anak-anak.
"Meskipun ada penurunan angka penduduk miskin, namun pemerintah harus tetap waspada, karena jumlah tersebut bisa kembali meningkat pada periode Maret 2017," ucapnya.
Sebetulnya, lanjutnya, dalam menekan angka kemiskinan dan kesenjangan pemerintah memberikan sejumlah program kepada masyarakat yang diwujudkan dengan pemberian dana desa. Data Kementerian Keuangan per 23 Desember 2016, pemerintah telah mencairkan sebanyak Rp681,4 triliun.
"Dana desa itu dialokasikan sebagai transfer ke daerah. Dana desa digunakan untuk sejumlah program peningkatan desa, seperti pelatihan keterampilan, penciptaan lapangan kerja, hingga pemberian fasilitas bagi penduduk di desa, termasuk pembangunan infrastruktur," imbuhnya.
Sayangnya, tambah dia, semua itu belum berdampak signifikan. Sehingga pemerintah perlu memetakan kembali strategi baru untuk mengentaskan kemiskinan dan mempersempit jurang kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Karena beberapa aliran dana memang diberikan, namun pihaknya belum bisa melihat pengaruhnya ke jumlah dan disparitas kemiskinan.
"Keberhasilan pemerintah menekan angka kemiskinan itu dibayang-bayangi oleh tingginya kesenjangan antar penduduk di kawasan perkotaan dengan penduduk di pedesaan dan si kaya dengan si miskin. Padahal ini merupakan tantangan bagi pemerintah. Persoalan besar ini yang kita hadapi dan tidak berubah. Masih ada disparitas kemiskinan dan penduduk miskin masih lebih banyak di pedesaan," pungkas Suhariyanto.
© Copyright 2024, All Rights Reserved