Pendanaan partai politik tampaknya akan terus menjadi masalah krusial dalam percaturan politik nasional mendatang. Apalagi menghadapi kampanye pemilu dan pemilihan umum tahun 2004 mendatang.
Dalam konteks itu, Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat (Pansus DPR) yang membahas Rancangan Undang-Undang Partai Politik (RUU Parpol) diminta untuk mengatur secara terperinci (detail) tentang transparansi keuangan Parpol.
Dalam undang-undang (UU) Parpol harus diatur secara jelas, misalnya, parpol mengumumkan keuangannya di media massa atau di website parpol tersebut, sehingga masyarakat bisa mengaksesnya.
Demikian pendapat Deputi Direktur {Centre for Electoral Reform (Cetro)} Hadar N Gumay. Dia dimintai pendapatnya berkaitan dengan pembahasan RUU Parpol di DPR, khususnya pasal 8 tentang keuangan parpol.
Selain itu, harus diatur secara jelas juga sanksi-sanksi bila parpol melanggar aturan dan siapa yang berwenang memberi sanksi. Hal itu penting supaya ada jaminan penegakan kepastian hukum di negeri ini.
Pasal 8 huruf h RUU Parpol berbunyi, "Partai Politik berkewajiban membuat pembukuan dan mengumumkan secara terbuka sitap bentuk sumbangan yang diterima untuk diketahui oleh masyarakat dan pemerintah." Empat parpol, yakni PDI-P, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan ayat itu diubah.
PDI-P mengusulkan rumusan berbunyi, "Partai Politik mempertanggungjawabkan program, pendanaan dan pengelolaan partai kepada masyarakat." Partai Golkar mengusulkan, "Partai Politik mengadministrasikan daftar penyumbang dan jumlah sumbangan serta terbuka untuk diaudit oleh akuntan publik." PPP mengusulkan, "Partai Politik membuat pembukuan dan mengumumkan secara terbuka setiap bentuk sumbangan yang diterima untuk diketahui oleh masyarakat dan pemerintah yang dilaporkan sekurang-kurangnya setahun sekali." Sedangkan PKB mengusulkan, "Partai Politik membuat pembukuan yang bersifat terbuka bagi segenap anggotanya."
Huruf i RUU Parpol berbunyi, "Partai Politik membuat laporan neraca keuangan secara berkala satu tahun sekali kepada Komisi Pemilihan Umum setelah diaudit oleh akuntan publik." Semua parpol, kecuali Partai Golkar mengusulkan bunyi ayat ini tetap. Partai Golkar mengusulkan kata "neraca" dihapus.
Menurut Hadar, bunyi pasal itu dengan usulan-usulan perubahannya belum cukup. "Seharusnya dibuat lebih rinci lagi, seperti laporan keuangan parpol disampaikan ke publik dan perlu diatur juga, misalnya apa sanksi hanya berupa denda ataukah bisa dibekukan. Lalu lembaga apa yang berhak memberi sanksi, apakah KPU ataukah MA," ujar Hadar.
Dia menambahkan, masyarakat harus diberi ruang seluas mungkin untuk mengakses dan mengetahui keuangan parpol. Sebab, dana parpol itu adalah dana publik. Dan membukanya kepada publik merupakan bagian dari akuntabilitas setiap parpol. Karena itu, bila parpol melanggar aturan yang berkaitan dengan akuntabilitasnya itu, masyarakat juga harus diberi kesempatan untuk menuntut parpol tersebut.
Berdasarkan pengalaman pemilu lalu, sambung Hadar, keuangan parpol tidak secara transparan dibuka kepada publik. Parpol yang melanggar aturan seperti menerima sumbangan lebih dari yang diatur dalam UU juga tidak dikenai sanksi. Hal-hal se- perti itu terjadi karena aturannya tidak dibuat secara rinci.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Agustin Teras Narang yang dihubungi secara terpisah berpendapat, yang paling penting berkaitan transparansi dana parpol bukan diumumkan melalui media massa atau tidak. karena itu hanya formalitas belaka. Menurut Teras dana parpol harus diaudit oleh lembaga akuntan publik, dan ini sudah diamanatkan oleh UU. Sebab, apapun yang dibuat lembaga akuntan publik tentu saja bisa dipertanggungjawabkan.
Dia menambahkan, bila menurut akuntan publik terdapat keanehan dalam perolehan dana, publik dapat menggugat parpol yang bersangkutan. Sebab, tidak ada aturan yang membatasi seseorang untuk mengajukan gugatan terhadap siapa pun termasuk terhadap parpol.
© Copyright 2024, All Rights Reserved